Memperbaiki Komitmen Keislaman Kita Mulai dari Hal Terkecil
Merupakan langkah mulia dan terpuji manakala kita selalu berupaya keras memperbaiki komitmen keislaman kita. Jujur harus kita akui, konsep-konsep kehidupan Islami yang mulia sering masih menjadi tulisan dalam kitab, buku, atau dalam beragam pembicara
Ada beberapa kejutan yang terjadi pada perhelatan Piala Dunia Sepakbola 2022 selain Saudi Arabia bisa mengalahkan Argentina dengan skor 2-1, juga pelarangan penjualan bir Budweiser. Pelarangan ini baru diberitahukan kepada perusahaan bir yang berpusat di Belgia ini dua hari menjelang pembukaan perhelatan sepakbola dunia tersebut.
Bagi kita umat Islam, pelarangan tersebut menyenangkan, sebab apapun alasannya, minuman beralkohol dilarang dalam ajaran Islam. Qatar, meskipun tidak sepenuhnya memberlakukan hukum Islam di negaranya, tetap saja menjadi bagian dari representasi negara muslim. Karenanya pelarangan penjualan bir di negara tersebut sudah sangat tepat.
Kejutan lainnya adalah berbagai media mewartakan aksi terpuji para penonton Jepang yang membersihkan sampah di sekitar lapangan Al Bayt Al Khor. Aksi ini mengejutkan warga setempat. Seperti halnya di negara kita, keterkejutan melihat aksi warga Jepang tersebut, para juru kamera dadakan mengabadikan dan menyebarkannya via berbagai media sosial.
Salah seorang warga Jepang yang ditanya penduduk setempat tentang aksinya tersebut, ia menjawab, “Orang Jepang tidak meninggalkan sampah”. Ini merupakan aksi yang benar-benar terpuji, bahkan bersikap Islami. Masih banyak pernik warta lainnya dalam perhelatan sepak bola dunia ini, namun saya sangat tertarik dengan warta aksi warga Jepang tersebut.
Apabila kita merenung lebih dalam, sebenarnya yang harus berperilaku seperti warga Jepang tersebut adalah kita yang beragama Islam. Kita memiliki dalil tentang tertib membuang sampah yang bukan saja untuk menjaga kebersihan, namun juga bagian dari wujud keimanan.
Jargon “Kebersihan itu bagian dari iman” salah satunya. Jargon ini sering dijadikan stiker yang ditempel di dinding tempat umum, misalnya di area taman atau toilet umum, meskipun pada kenyataannya sering terjadi keanehan. Ketika ada tulisan “Kebersihan sebagian dari iman”, terkadang tempatnya malah kotor tak karuan.
Ketika ada tulisan peringatan “dilarang buang sampah di sini”, sampahnya malah berserakan tepat di bawah tulisan tersebut. Ketika ada tulisan “dilarang buang air kecil di sini”, di tempat yang ada tulisan tersebut malah bau pesing menyengat.
Meskipun nampak sepele, membuang sampah dari tempat umum merupakan bagian dari cabang iman. Cabang iman tertinggi adalah keyakinan akan Allah sebagai Zat yang wajib kita sembah dan kita akan kembali menghadap kepada-Nya, sedangkan cabang iman yang paling bawah adalah membuang sampah atau duri dari jalan atau tempat umum.
Melihat aksi warga Jepang tersebut selayaknya menjadi pendorong bagi kita untuk memperbaiki komitmen keislaman kita. Jujur harus kita akui, konsep-konsep kehidupan Islami yang mulia sering masih menjadi tulisan dalam kitab, buku, atau dalam beragam pembicaraan, belum sepenuhnya terwujud dalam kehidupan nyata.
Betul kita begitu taat dalam melaksanakan ibadah mahdhah yang bersifat individual, namun jarang peduli dengan ibadah yang bersifat sosial. Contoh terkecil adalah kepedulian kita dalam membuang atau mengelola sampah yang ada di sekitar kita.
Sejatinya, konsep-konsep mulia kehidupan yang digariskan ajaran Islam benar-benar membumi, ada dalam kehidupan nyata, bukan hanya tertulis dalam jejeran beragam kitab, atau terucap dalam beragam retorika pidato. Siapapun akan tertarik dengan ajaran Islam, manakala umat Islam benar-benar menerapkan ajaran Islam dalam kehidupan nyata.
Dalam sebuah dialog, Ernest Renan, seorang Filosof Perancis abad ke-19 terdesak oleh Muhammad Abduh mengenai keunggulan ajaran Islam dibandingkan dengan ajaran lainnya. Akan tetapi, ketika Ernest Renan beralih ke masalah umat dengan mengatakan, “mana diantara umat Islam yang merupakan gambaran ideal dari ajaran Islam yang hebat tadi?”
Muhammad Abduh, seorang cendikiawan Muslim Mesir tertunduk sedih. Ia tak dapat menyangkal kenyataan, kaum muslimin belum sepenuhnya membumikan ajaran Islam dalam kehidupan. Dialog ini terjadi pada abad ke-19 ketika umat Islam dan negara-negara Islam terpuruk kehidupannya.
Kita mengakui Al-Qur’an telah mengajarkan nilai-nilai ideal yang harus diamalkan dalam kehidupan nyata. Meminjam istilah cendikiawan muslim asal Iran, Murtadha Muthahari, konsep-konsep Islam ideal dalam Al-Qur’an sebagai “Islam Cita”, sementara Nurcholis Madjid, salah seorang cendikiawan muslim Indonesia menyebut konsep-konsep Islam dalam Al-Qur’an tersebut sebagai “Islam Doktrin”.
Islam Cita dan Islam Doktrin merupakan ajaran yang sarat asa demi kemaslahatan dan keberlangsungan hidup manusia di muka bumi, dan bekal menuju alam keabadian. Islam Cita atau Islam Doktrin akan terasa dalam kehidupan manakala menjadi “Islam Fakta”, diamalkan atau diwujudkan dalam kehidupan nyata.
Islam fakta inilah yang harus menjadi komitmen kita untuk melaksanakannya. Jika kita benar-benar berkomitmen dalam melaksanakan “Islam Fakta”, ajaran Islam akan menjadi “Islam Peradaban”, artinya ajaran Islam akan menjadi ruh dalam setiap aspek kehidupan. Dengan cara seperti ini, Islam yang rahmatan lil’alamin akan diarasakan seluruh manusia yang ada di muka bumi ini.
Lalu dari mana kita memulai komitmen atas keislaman kita? Meminjam jargon yang sering dikemukakan Aa Gym, mulai dari yang terkecil dan mulai dari saat ini juga.
Kita tak perlu malu mencontoh aksi warga Jepang dalam perhelatan sepak bola dunia di Qatar. Mereka melakukan aksi yang dianggap kecil dan sepele, namun bernilai positif dan menuai pujian, berkesan bagi semua orang yang melihatnya.