IHSG Melemah di Akhir Pekan Tertekan Saham Energi dan Teknologi

IHSG sempat jatuh ke level 7.013,22 sebelum akhirnya ditutup di level 7.053,15.

Republika/Prayogi
Karyawan melintas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta (ilustrasi). Pada perdagangan hari ini, Jumat (25/11/2022), IHSG sempat jatuh ke level 7.013,22 sebelum akhirnya ditutup di level 7.053,15
Rep: Retno Wulandhari Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) konsisten bergerak di zona merah pada perdagangan akhir Pekan ini. IHSG sempat jatuh ke level 7.013,22 sebelum akhirnya ditutup di level 7.053,15 atau melemah 0,39 persen di akhir perdagangan.

Baca Juga


Saham di Asia sore ini mayoritas ditutup turun di tengah sepinya sentimen pada saat bursa saham di AS tutup merayakan hari libur nasional Thanksgiving dan semakin dalamnya rasa khawatir mengenai prospek ekonomi di kawasan Asia.

Phillip Sekuritas Indonesia mengatakan investor terus memantau pemberlakuan kebijakan Lockdown di Cina untuk mencegah penyebartan virus COVID-19. Setiap kebijakan yang di ambil "Pemerintah Cina akan berdampak besar bagi seluruh kawasan Asia," tulis Phillip Sekuritas dalam risetnya Jumat (25/11/2022).

Sementara itu, di pasar obligasi, imbal hasil (yield) surat utang Pemerintah Jepang (JGB) bertenor 10 tahun  naik 0,5 bps menjadi 0,25 persen atau tepat di batas atas kisaran target yang di tetapkan oleh Bank of Japan (BOJ).

Pergerakan yield JGB bertenor 10 tahun ini bertolak belakang dengan pergerakan yield surat utang Pemerintah AS (US Treasury Note) bertenor 10 tahun yang turun menjadi 3,66 persen, terendah sejak tanggal 5 Oktober pasca rilis naskah pertemuan kebijakan bank sentral AS (Federal Reserve) yang memberi sinyal dovish.

Inflasi inti (core CPI) di Tokyo naik 3,6 persen yoy di bulan November, laju tercepat sejak April 1982 dan lebih tinggi dari estimasi kenaikan 3,5 persen. Data ini memberi indikasi bahwa tekanan inflasi di Tokyo belum bisa di jinakkan sehingga berpotensi mendongkrak inflasi nasional yang sudah mencapai tingkat tertingginya dalam 40 tahun.

Investor berspekulasi inflasi akan melebihi 2 persen tahun ini dan dapat bertahan di atas 2 persen sepanjang tahun depan. Dengan demikian, investor merasa yakin bahwa BOJ harus melakukan penyesuaian pada kebijakan pengendalian kurva imbal hasil (Yield Curve Control) dalam waktu dekat.

Volume  (Shares)  : 24.059 miliar 

Total Value (IDR) : 10.243 triliun

Market Cap (IDR) : 9,516.250 triliun

Saham naik   :  189

Saham turun  :  320

Sektor dengan Persentase Penurunan Terbesar

Energi  : -1,31%

Teknologi : -1,04%

Transportasi & Logistik : -0,63%

Top Gainers:

UNIC  :10,700 | +525 | +5,16%

GGRM  :21,450 | +450 | +2,14%

GHON  :2,200  | +220 | +11.11%

TCPI  :9,825  | +200 | +2.08%

LPPF  :4,980  | +180 | +3,75%

Top Losers:

BYAN  :91,450 | -1550| -1,67%

ITMG  :40,925 | -725 | -1,74%

NFCX  :8,650  | -650 | -6,99%  

MCAS  :7,500  | -325 | -4,15%

TECH  :3,360  | -250 | -6,93% 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler