Aksi Protes Kebijakan Pengendalian Covid-19 di China Meluas
Demonstan berteriak menolak tes PCR.
EPA-EFE/MARK R.CRISTINO
Rep: Rizky Jaramaya Red: Dwi Murdaningsih
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Aksi protes terhadap kebijakan ketat nol Covid-19 di China kembali berlangsung di Shanghai dan Beijing pada Ahad (27/11/2022) sore. Aksi ini melanjutkan serangkaian protes yang telah menyebar ke seluruh negeri.
Baca Juga
Polisi mulai memukul mundur orang-orang yang berkumpul di jalanan Shanghai. Pengunjuk rasa berteriak, “Kami tidak ingin tes PCR, kami ingin kebebasan!”.
Sejak Jumat (24/11/2022) orang-orang mengadakan protes di seluruh China. Kemarahan para pengunjuk rasa dipicu oleh kematian dari kebakaran di sebuah gedung apartemen di Urumqi. Publik meyakini kebakaran disebabkan oleh tindakan penguncian yang berlebihan sehingga penyelamatan menjadi tertunda.
Daftar crowdsourced di media sosial menunjukkan bahwa ada demonstrasi di 50 universitas. Video yang diunggah di media sosial menunjukkan aksi protes di Nanjing, Guangzhou, Beijing, dan setidaknya lima kota lainnya.
Pengunjuk rasa berhadapan dengan polisi dengan pakaian pelindung diri. Para pengunjuk rasa juga membongkar barikade. Namun Associated Press tidak dapat memverifikasi video yang beredar secara independen.
Beberapa video yang paling banyak dibagikan berasal dari Shanghai. Kota ini mengalami penguncian sangat ketat pada musim semi. Warga setempat berjuang untuk mendapatkan bahan makanan dan obat-obatan. Mereka secara paksa dibawa ke karantina terpusat.
Pada Ahad dini hari, pengunjuk rasa berdiri di jalanan sekitar Urumqi sambil meneriakkan “(Presiden) Xi Jinping mundur! PKC (Partai Komunis Cina) mundur!". Seorang pengunjuk rasa mengkonfirmasi bahwa orang-orang berteriak menuntut mundurnya Xi Jinping. Tuntutan ini sebelumnya tidak pernah muncul dari masyarakat yang tinggal di salah satu kota terbesar China.
Ratusan pengunjuk rasa berkumpul di sepanjang jalan di Shanghai mulai sekitar tengah malam pada Sabtu (26/11/2022). Mereka terbagi menjadi dua bagian berbeda di Jalan Urumqi Tengah.
Ada satu kelompok yang lebih tenang dan membawa lilin, bunga, dan tanda penghormatan kepada mereka yang tewas dalam kebakaran apartemen. Sementara kelompok lainnya meneriakkan slogan dan menyanyikan lagu kebangsaan.
Awalnya aksi protes berjalan damai. Namun sekitar jam 3 pagi, protes berubah menjadi kekerasan. Polisi mulai mengepung para pengunjuk rasa dan membubarkan kelompok pertama yang lebih aktif, sebelum pengunjuk rasa gelombang kedua datang.
Seorang pengunjuk rasa yang hanya mengidentifikasi dirinya sebagai Zhao mengatakan, salah satu temannya dipukuli oleh polisi dan dua teman lainnya disemprot merica. Zhao mengatakan, polisi menginjak kakinya ketika dia mencoba menghentikan mereka membawa temannya pergi.
Dia kehilangan sepatunya dan meninggalkan protes tanpa alas kaki. Zhao mengatakan pengunjuk rasa meneriakkan slogan-slogan termasuk, "(Kami) tidak menginginkan PCR (tes), tetapi menginginkan kebebasan".
Sebelumnya pendekatan China untuk mengendalikan Covid-19 dengan penguncian ketat dan pengujian massal dipuji oleh warganya sendiri, karena meminimalkan kematian pada saat negara lain menderita gelombang infeksi cukup parah. Namun dalam beberapa minggu terakhir, sikap itu telah berubah karena tragedi di bawah penegakan kebijakan nol Covid-19 yang berlebihan.
Di Shanghai ratusan polisi membentuk barikade di sekitar pengunjuk rasa untuk membubarkan mereka. Selama beberapa jam polisi memecah pengunjuk rasa menjadi kelompok-kelompok kecil, dan memindahkan mereka dari Jalan Urumqi. Menjelang pukul 5 pagi pada Ahad, polisi berhasil membubarkan kerumunan.
Sementara itu di Beijing, mahasiswa Universitas Tsinghua mengadakan demonstrasi pada Ahad sore di depan salah satu kafetaria sekolah. Tiga wanita muda awalnya berdiri di sana dengan pesan sederhana yaitu mengucapkan belasungkawa bagi para korban kebakaran apartemen Urumqi. Sedangkan mahasiswa lainnya meneriakkan tentang kebebasan berbicara.
sumber : AP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler