Biden Siap Bicara dengan Putin Jika Ada Niat Hentikan Konflik Ukraina
Rusia menyebut pembicaraan dengan Ukraina tidak mungkin dilakukan karena ditolak.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan, dia tidak memiliki rencana untuk menghubungi Presiden Rusia Vladimir Putin. Namun Biden menyatakan siap berbicara dengan Putin jika dia menunjukkan minat mengakhiri perang di Ukraina.
"Saya tidak punya rencana segera untuk menghubungi Putin. Saya siap untuk berbicara dengan Putin, jika memang ada kepentingan dia memutuskan bahwa dia sedang mencari cara untuk mengakhiri perang. Dia belum melakukannya,” kata Biden dalam sebuah konferensi pers di Gedung Putih setelah melakukan pembicaraan dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kamis (1/12/2022).
Biden menempatkan tanggung jawab untuk mengakhiri perang di Ukraina pada Putin. Sebab konflik di negara tersebut dimulai oleh serangan Rusia. “Ada satu cara untuk mengakhiri perang ini, cara yang rasional: Putin dapat menarik diri dari Ukraina. Tampaknya dia tidak akan melakukan itu,” ujarnya.
Sebelumnya juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan, negosiasi antara Rusia dan Ukraina hanya bisa dimulai jika Kiev menunjukkan kemauan politik untuk membahas tuntutan Moskow. Peskov menyebut, sejauh ini Ukraina belum memperlihatkan hal tersebut.
“Harus ada kemauan politik dan kesiapan untuk membahas tuntutan Rusia yang sudah diketahui,” kata Peskov saat menjawab pertanyaan tentang apakah langkah yang harus diambil otoritas Ukraina guna memulai proses negosiasi selain mengatasi larangan legislatif tentang mengadakan pembicaraan dengan Moskow, Selasa (29/11/2022), dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS.
Peskov mengungkapkan, saat ini negosiasi atau pembicaraan tidak mungkin dilakukan karena hal tersebut sepenuhnya ditolak oleh Ukraina. “Operasi militer khusus (Rusia di Ukraina) terus berlanjut,” ucapnya.
Salah satu tuntutan utama Rusia terhadap Ukraina adalah agar negara tersebut tak bergabung dengan Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Namun pada 30 September lalu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky telah secara resmi mengajukan permohonan aksesi "jalur cepat" aliansi pertahanan tersebut. Hal itu dilakukan setelah Rusia secara resmi menganeksasi empat wilayah Ukraina, yakni Luhansk, Donetsk, Kherson, dan Zaporizhzhia.
Sebelumnya Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyampaikan bahwa negaranya tak menolak negosiasi dengan Ukraina. Penolakan semacam itu, kata Lavrov, justru muncul dari Kiev sendiri.
"Kami telah berulang kali mengkonfirmasi melalui presiden kami bahwa kami tidak menolak untuk bernegosiasi. Jika ada yang menolak untuk bernegosiasi, itu adalah Ukraina. Semakin lama (Ukraina) terus menolak, semakin sulit untuk mencapai kesepakatan," kata Lavrov kepada awak media di sela-sela KTT G20 di Bali, 15 November lalu.
Lavrov pun menyoroti persyaratan tak realistis yang diajukan Ukraina sebelum memulai negosiasi. Menurutnya, hal tersebut turut menjadi faktor penghambat dimulainya dialog atau perundingan. Diplomat berusia 72 tahun itu juga telah membantah kabar yang menyebut bahwa AS telah membuka jalan agar Rusia dan Ukraina dapat bernegosiasi.