Hemat Munculkan Kebaikan
Ajaran Islam menganjurkan untuk berperilaku hemat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ajaran Islam menganjurkan untuk berperilaku hemat. Hemat berarti cermat dan berhati-hati dalam menggunakan atau membelanjakan harta. Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad dalam kitab Fushulul Ilmiyah menjelaskan hemat sebagai sikap pertengahan dalam membelanjakan harta. Artinya tidak pelit (bakhil) dan juga tidak boros (tabzir) serta berlebih-lebihan (israf).
Sebab pelit adalah perilaku buruk bahkan dalam surat An Nisa ayat 36-37 dijelaskan pelit itu tanda orang sombong dan membanggakan diri. Allah telah menyiapkan azab bagi orang yang pelit dan yang mengajak orang lain pelit. Begitupun boros adalah perilaku tercela.
Dalam surat Al An'am ayat 114 dengan tegas dijelaskan bahwa Allah tidak mencintai orang yang boros. Sedang pada surat Al Isra 26-27 disebutkan bahwa orang yang boros itu saudara setan. Sementara itu orang yang hemat dalam surat al Furqan ayat 67 disebut sebagai orang yang membelanjakan harta tidak berlebihan dan tidak pula kikir. Mereka membelanjakan hartanya di tengah-tengah.
Rasulullah SAW telah memberikan teladan dalam berperilaku hemat dalam setiap aspek kehidupan. Tidak hanya soal membelanjakan harta, bahkan dalam sejumlah riwayat dijelaskan tentang perilaku hemat Rasulullah dalam menggunakan air. Dalam sahih Bukhari disebutkan bahwa Rasulullah berwudhu dengan satu mud air dan mandi dengan satu sha' air. Dalam hal mengenakan pakaian, Rasulullah juga tampil sederhana. Meski sebagai seorang pemimpin, rasul hanya memiliki beberapa pakaian saja sesuai kebutuhannya.
Pakar ekonomi Syariah yang juga anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI), Yulizar Djamaluddin Sanrego mengatakan berperilaku hemat merupakan amal saleh. Hemat menimbulkan kebaikan dan menjauhkan keburukan. Yulizar mencontohkan orang yang menerapkan perilaku hemat dalam aktivitas makanan maka tidak akan boros dan berlebih-lebihan baik dalam membeli dan mengkonsumsi makanan. Sebab berlebihan dalam kegiatan makan dapat menyebabkan timbulnya penyakit pada sisi lain akan membuat besarnya pengeluaran keuangan.
"Hemat dalam islam itu melakukan sesuatu sesuai kebutuhan. Termasuk dalam perintah untuk berperilaku hemat yang kemudian bisa menjadikan seseorang dinilai berbuat amal sholeh. Bahkan dalam urusan ibadah pun, diperintahkan untuk tidak berlebihan misalnya dalam berwudhu tidak baik bagi seseorang menggunakan air berlebihan dalam berwudhu," kata Yulizar kepada Republika beberapa hari lalu.
Menurut Yulizar perilaku hemat adalah ajaran Islam juga efektif dalam menghadapi resesi ekonomi. Seperti kisah nabi Yusuf, dalam catatan sirah nabi dijelaskan bahwa nabi Yusuf yang berhasil membantu raja Mesir mengatasi krisis yang melanda negerinya selama bertahun-tahun, sebelum krisis terjadi nabi Yusuf menyarankan untuk berhemat dan menyiapkan ketahanan pangan dengan membuat lumbung dan melakukan manajemen yang cermat pada hasil panen.
"Sebagaimana kisah nabi Yusuf, mestinya akan efektif dalam menghadapi resesi. Ini juga pernah dilakukan Umar bin Khattab pada saat terjadi pandemi masa itu, Umar bin Khattab bisa meredam karena sebelumnya beliau melakukan investasi beberapa tanah kemudian di switch menjadi tanah wakaf yang kemudian ditasarufkan atau diinvestasikan," katanya.
Pakar ekonomi Syariah yang juga Komisaris Utama Bank Syariah Indonesia Adiwarman Karim mengatakan perilaku hemat tidak identik dengan boros dan pelit. Menurutnya hemat harus diletakan sesuai konteksnya. Hemat menurutnya bermakna qonaah yaitu merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah SWT. Orang yang hemat bila memiliki kelebihan harta tak akan segan untuk berbagi dengan orang lain. Oleh karena itu hemat bermakna qanaah atau merasa cukup juga sebagai langkah yang dapat diambil oleh setiap orang dalam menghadapi resesi ekonomi.
"Dalam keadaan resesi kita harus melakukan hemat, dalam artian kita merasa cukup. Yang resesi itu ekonomi bukan rezeki," katanya.