Identitas, Agensi dan Pengetahuan Politik Pelaku Bom Bunuh Diri di Polsek Astana Anyar, Bandung

ternyata pelaku mengerti dan mengikuti semua kejadian-kejadian pemboman selama ini di mana fungsi KTP sering dibicarakan oleh para netizen maupun publik di luar sana tentang teroris yang selalu jujur membawa kartu identitas diri tanpa ada upaya-upaya

.
Rep: Muhammad Subarkah Red: Partner
Polisi mengawasi dan menjaga lokasi peledakan bom bunuh diri di Astana Anyar Bandung.

Oleh: Al Chaidar. Pengamat Terorisme dan Dosen Universitas Malikussaleh. Lhokseumawe, Aceh


Peristiwa ledakan bom berlokasi di Polsek Astana Anyar, Bandung, Jawa Barat pada Rabu (7/12/2022) pukul 08.20 WIB telah meninggalkan sejumlah pertanyaan. Yang paling banyak ditanyakan para netizen di berbagai media sosial adalah soal KTP (Kartu Tanda Penduduk) yang awalnya beredar di medsos dengan nama Nurdin. Pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Bandung adalah laki-laki. Kapolres Bandung Komisaris Besar Aswin Sipayung mengatakan pelaku sempat mengacungkan senjata tajam sebelum bom meledak. pelaku bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar meninggal dunia. Diketahui, pelaku juga mengendarai motor.

Yang menarik dari peristiwa ini adalah bahwa ternyata pelaku meninggalkan KTP yang bisa mengarahkan analisis dari berbagai pihak ke orang yang ternyata bukan pelaku. Ini artinya adalah bahwa ternyata pelaku mengerti dan mengikuti semua kejadian-kejadian pemboman selama ini di mana fungsi KTP sering dibicarakan oleh para netizen maupun publik di luar sana tentang teroris yang selalu jujur membawa kartu identitas diri tanpa ada upaya-upaya penyesatan atau disinformasi.

Kira-kira mengapa pelaku bom bunuh diri di Astana Anyar tersebut melakukan upaya penyesatan atau disinformasi terhadap identitasnya sendiri?

Untuk bisa memahami ini, kita perlu menggunakan teori agensi dan strukturasi dari Anthrony Giddens (1984). Dalam konteks ini, "agen" merujuk pada kapasitas seseorang untuk bertindak secara independen dan membuat pilihan mereka sendiri. Dalam konteks ini, "agen" merujuk pada kapasitas seseorang untuk bertindak secara independen dan membuat pilihan mereka sendiri.

Pelaku bom bunuh diri bisa melakukan manipulasi ataupun rekayasa ataupun hal-hal lainnya untuk mengalihkan perhatian ataupun untuk memberi kesan dan tantangan bagi polisi untuk menyelesaikan dan menjelaskan identitas dia yang dianggap publik masih sebagai misteri. Kata Giddens (1991: 54), “Identitas seseorang tidak ditemukan dalam perilaku, juga tidak—meskipun penting—dalam reaksi orang lain, tetapi dalam kapasitas untuk mempertahankan narasi tertentu tetap berjalan. Biografi individu, jika dia ingin mempertahankan interaksi reguler dengan orang lain di dunia sehari-hari, tidak bisa sepenuhnya fiktif. Ia harus secara terus-menerus.mengintegrasikan peristiwa-peristiwa yang terjadi di dunia luar, dan mengurutkannya ke dalam 'cerita' yang sedang berlangsung tentang diri.”


Selama ini para pelaku bom bunuh diri atau pelaku teroris lainnya berada dalam batas-batas dan terkurung dalam jeruji struktur budaya yang terdapat di sekitarnya di mana kebiasaan membawa KTP adalah sebuah kebiasaan yang lazim untuk mempermudah seseorang menjelaskan tentang identitas dirinya.

harus dipahami bahwa individu memiliki kapasitas untuk melawan struktur yang ada. "Struktur", menurut Pierre Bourdieu (1971) secara luas merujuk pada penataan terpola berulang yang tampaknya memengaruhi atau membatasi pilihan dan kesempatan yang dimiliki seseorang. sebuah tindakan yang memuat makna dan disadari oleh masyarakat sehingga dapat menguatkan atau melemahkan suatu tatanan sosial di dalam suatu konteks kehidupan bermasyarakat.

Agensi di sini dimaksudkan ketika sebuah masyarakat mulai menyadari bahwa tatanan atau pranata sosial di tengah-tengah dirinya sudah tidak lagi mampu adaptif dengan kondisi sosial saat ini, masyarakat tentunya akan mulai merasa gusar dengan keadaannya, dari hal tersebut tentu akan menumbuhkan gagasan-gagasan baru yang sesuai dengan suatu perkembangan di tengah masyarakat tersebut.

Lalu, gagasan-gagasan itu tidak hanya akan mengendap dalam pemikiran seseorang, melainkan akan melahirkan suatu tindakan sosial. Individu-individu yang mulai merasakan suatu keresahan dalam dirinya, akibat dari tatanan sosial yang tidak mampu mengimbangi gerak perubahan zaman, akan mulai menciptakan sebuah manuver kolektif untuk merubah atau mengganti tatanan sosial lama dengan yang baru.

Sebaliknya, jika tatanan sosial yang lama di rasa cukup sesuai dengan kondisi saat ini, maka tatanan tersebut juga bisa dipertahankan dari pengaruh-pengaruh luar. Dan dari situlah proses strukturasi akan mendorong suatu perubahan pada tatanan sosial sebelumnya. Jika tatanan sosial lama di rasa sudah tidak lagi sesuai dengan kondisi masyarakat, maka perubahan sosial bukanlah suatu yang niscaya.

Sedangkan, jika tatanan sosial di rasa mampu untuk menghadapi kondisi saat ini, artinya tatanan sosial tersebut dapat dipercaya oleh suatu masyarakat, maka bukan juga suatu keniscayaan untuk masyarakat mempertahanakan tatanan sosial itu.


Hal ini juga berlaku ketika kita melihat relasi antara ekspresi pelaku (Agus Sujanto) dengan menempelkan statement tentang KUHP. Aksi bom bunuh diri Agus Sujanto alias Abu Muslim ini bisa dilihat sebagai reaksi terhadap RKUHP yang disahkan sehari sebelumnya. KUHP adalah hukum yang menjadi dasar sistem negara. Jika hukum ini banyak bertentangan dengan agama (Islam), maka bagi teroris adalah alasan yang tepat untuk melakukan serangan.

Teroris adalah kaum yang sangat peduli dengan hukum. Dalam pemahaman mereka, syariah (hukum) adalah tema paling sentral dalam menentukan apakah mereka akan menyerang suatu negara atau tidak. Jika hukumnya bukan Islam, maka asti hukumnya adalah hukum thogut (hukum bathil), sesuai dengan penafsiran mereka terhada ayat Al Quran (9:29) surah At Taubah yang ditemukan di motor pelaku. Jika terkait dengan Natal, pasti bom nya meledak di gereja. Jika ledakan terjadi di kantor polisi, itu artinya mereka menyerang sistem hukum, bukan simbol agama.

Kita harus melihat hal ini secara sosiologis agar bisa menemukan hubungan yang lebih presisi dalam menjelaskan mengapa isu KUHP sangat sentral dalam struktur berpikir kaum teroris di Indonesia. Saat agen mengakomodasi peran dan hubungan mereka dalam konteks posisi mereka di lapangan, mereka menginternalisasi hubungan dan harapan untuk beroperasi di domain tersebut.

Hubungan yang terinternalisasi dan ekspektasi kebiasaan serta hubungan ini, seiring waktu, membentuk habitus. Bourdieu (1972) mencoba mendamaikan struktur dan agensi, karena struktur eksternal diinternalisasi ke dalam habitus sementara tindakan agen mengeksternalisasi interaksi antar aktor ke dalam hubungan sosial di lapangan. Oleh karena itu, teori Bourdieu merupakan dialektika antara "mengeksternalisasi yang internal", dan "menginternalisasi yang eksternal".

 

sumber : https://algebra.republika.co.id/posts/191851/identitas-agensi-dan-pengetahuan-politik-pelaku-bom-bunuh-diri-di-polsek-astana-anyar-bandung
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler