Amnesty: Kasus Paniai Perlu Dibuka Kembali

Amnesty Internasional menilai penyelidikan kasus HAM Paniai perlu dibuka kembali.

Republika/Flori Sidebang
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid. Amnesty Internasional menilai penyelidikan kasus HAM Paniai perlu dibuka kembali.
Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai penyelidikan tragedi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Paniai perlu dibuka kembali setelah putusan peradilan HAM memvonis bebas terdakwa Mayor Inf. (Purn) TNI Isak Sattu.

Baca Juga


Saat dikonfirmasi di Jakarta, Jumat (9/12/2022), Usman mengatakan meskipun terdakwa pelaku pelanggaran HAM berat Paniai itu divonis bebas, majelis hakim dalam putusannya menilai pembunuhan yang dilakukan anggota militer terhadap warga sipil di Paniai tersebut merupakan serangan sistematis, sehingga termasuk kejahatan kemanusiaan.

"Karena pengadilan mengakui telah terjadi kejahatan kemanusiaan namun tanpa pelaku, negara harus segera membuka kembali penyelidikan tragedi Paniai; sehingga semua pelaku diinvestigasi dengan segera, efektif, menyeluruh, tidak memihak; dan jika ada cukup bukti, diadili dalam persidangan yang adil di hadapan pengadilan yang berkompeten dan adil," kata Usman.

Dia pun menilai pembebasan Isak Sattu menjadi pengingat bagi seluruh pihak bahwa para prajurit yang bertanggung jawab secara pidana dalam penembakan di dalam kekejaman di Paniai itu masih buron.

Selanjutnya, dia mengatakan putusan mengenai tragedi Paniai saat ini dapat diibaratkan sebagai tamparan bagi korban serta keluarga korban penembakan, bahkan bagi korban pelanggaran HAM berat lain di Indonesia yang bertahun-tahun menuntut keadilan.

Oleh karena itu, kata Usman, persoalan tersebut harus diselesaikan agar tidak terjadi impunitas atau keadaan tidak dapat dipidana yang membuat keadilan tidak bisa ditegakkan.

"Keadilan tidak akan pernah tegak jika impunitas dipelihara," tambahnya.

Sebelumnya, Isak Sattudivonis bebas dalam persidangan di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (8/12). Majelis hakim membacakan putusan setebal 100 halaman dengan pertimbangan-pertimbangan secara bergiliran.

Dalam putusan itu, terdapat perbedaan pendapat dua dari lima hakim yang menyidangkan kasus tersebut. Dua hakim yang memiliki pendapat berbeda tersebut melihat adanya tanggung jawab komando atau dapat dibuktikan adanya tanggung jawab oleh terdakwa atas peristiwa pelanggaran HAM berat di Paniai.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler