Fans Sepak Bola Muslim Diajak Sambut Presiden Prancis di Stadion Al Bayt dengan Shalawat

Presiden Prancis Emmanuel Macron dianggap sosok islamofobik.

AP Photo/Susan Walsh
Presiden Prancis Emmanuel Macron akan menonton laga Prancis vs Maroko di semifinal Piala Dunia 2022.
Rep: Fitriyanto Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Prancis Emmanuel Macron akan menghadiri laga semifinal Piala Dunia 2022 yang mempertemukan negaranya Prancis menghadapi Maroko di Stadion Al Bayt, Kamis (15/12/2022) dini hari WIB. Ada seruan dari aktivis penggemar sepak bola untuk menggemakan shalawat nabi menyambut Macron yang dinilai islamofobik.

Baca Juga


Influencer media sosial Mahmoud Al Hasanat di akun Twitter media sosialnya pada Senin (12/12/2022) mendesak para penggemar beragama Islam untuk bergabung dalam pertunjukan solidaritas, dengan mengatakan, “Saya berharap para penggemar Maroko di pertandingan Prancis-Maroko, mengirimkan doa kepada Nabi, semoga Tuhan memberkahinya dan memberikan beliau kedamaian, saat mereka mengguncang tribun."

Sebelumnya, sang influencer menyoroti bahwa Macron akan hadir dalam pertandingan tersebut. Seruannya tersebut digaungkan oleh Boutaina Azzabi Ezzaouia, penulis dan mantan karyawan Jaringan Media Al Jazeera, yang membagikan tweet Al Hasanat yang sekarang sudah dihapus, seperti diberitakan Dohanews, Selasa (13/12/2022).

“Rekan-rekan Maroko yang terhormat angkat suara Anda, salawat ke atas Nabi Mohammed, pertandingan mendatang melawan Prancis. Biarkan Presiden Emmanuel Macron & rombongannya tahu bahwa kita tidak membiarkan siapa pun menghina Nabi kita tercinta,” tulisnya dalam sebuah unggahan Instagram pada Senin.

Banyak yang mendukung langkah tersebut, dengan beberapa berharap kejadian tersebut terjadi dalam upaya untuk “menunjukkan kepada Macron umat [komunitas Muslim] yang dia hina”.

Menteri Olahraga Prancis Amelie Oudea-Castera telah mengonfirmasi kedatangan Presiden Macron ke Qatar. "Rincian perjalanan itu masih harus diselesaikan, tentu saja, tetapi dia telah membuat komitmen ini," kata Amelie Oudea-Castera kepada radio Franceinfo, Ahad lalu.

Islamofobia di Prancis

Prancis telah lama menghadapi pengawasan internasional atas sentimen anti-Arab dan Islamofobia di kalangan politisi dan tokoh masyarakatnya.

Presiden Prancis Macron sendiri mengklaim bahwa Islam adalah agama "dalam krisis" dan telah memimpin undang-undang "anti-separatisme" Paris yang kontroversial, yang menurut kelompok hak asasi manusia telah digunakan untuk menargetkan minoritas, terutama Muslim. Di bawah hukum ini, puluhan masjid Prancis telah digerebek dan ditutup.

Macron juga dengan gigih membela karikatur xenofobia yang diproduksi oleh media Prancis, dengan mengatakan Prancis "tidak akan menyerah pada kartun".

Menjelang Piala Dunia, orang Arab kembali menjadi sasaran media Prancis, dengan sebuah berkas yang diterbitkan oleh sebuah surat kabar kontroversial yang membidik Qatar.

Pengguna media sosial menyebut koran Prancis Le Canard Enchaîné karena rasisme dan Islamofobia yang kurang ajar setelah menerbitkan karikatur yang menggambarkan orang Arab dalam seragam sepak bola sebagai teroris.

Gambar serupa telah terlihat sebelumnya di majalah satir Prancis Charlie Hebdo, yang mengolok-olok Nabi Muhammad, menggambarkan seorang menteri Prancis berkulit hitam sebagai monyet dan mengejek kematian balita Suriah Aylan Kurdi.

Aktivis Muslim menanggapi karikatur dan undang-undang rasis Prancis yang menargetkan Muslim dengan menyerukan boikot produk Prancis. Gerakan #BoycottFrance yang populer terjadi di Qatar pada tahun 2020, di mana warga menyerukan agar barang Prancis diganti dengan produk Turki.

Menurut sebuah laporan oleh International Trade Centre, ekspor Prancis ke Qatar terpukul dengan penurunan 59%. Nilai penjualan ke Qatar turun dari 4,2 juta dolar AS pada 2019 menjadi 1,7 juta dolar AS pada 2020.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler