6 Hal Keliru Soal Covid-19
Masih banyak informasi Covid-19 yang keliru tersebar luas dan kerap dipercaya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hampir tiga tahun pandemi Covid-19 melanda dunia. Akan tetapi, beragam mitos dan misinformasi seputar Covid-19 masih cukup berkembang dengan subur dan tersebar luas.
Dari beragam mitos dan misinformasi yang beredar, ada enam informasi keliru seputar Covid-19 yang paling sering muncul. Berikut ini adalah keenam mitos tersebut dan faktanya, seperti dilansir The Conversation, Rabu (14/12/2022).
Mitos 1: Virus Semakin Ringan
Banyak orang beranggapan bahwa gelombang Omicron lebih ringan dibandingkan gelombang Covid-19 lainnya. Varian-varian awal Omicron seperti BA.1 dan BA.2 memang lebih jarang memicu sakit serius dibandingkan varian Delta. Alasannya, kedua varian tersebut lebih sering menyerang saluran pernapasan atas, sehingga infeksi jarang mencapai paru-paru seagresif Delta.
Akan tetapi, hasil pengobatan Covid-19 akibat varian Omicron awal juga dipengaruhi oleh imunitas pasien. Kemunculan varian-varian baru Omicron, seperti BA.5 juga menjadi tantangan tersendiri. Alasannya, varian ini lebih sering mengenai saluran pernapasan bawah, sehingga risiko perawatan di rumah sakit bila terkena varian ini menjadi lebih tinggi.
Oleh karena itu, tak bisa dikatakan bahwa SARS-CoV-2 menjadi semakin ringan. Kewaspadaan dan ketekunan dalam menerapkan protokol kesehatan selama beraktivitas masih tetap diperlukan.
Mitos 2: Covid-19 pada Anak Ringan
Anak-anak mungkin tak memiliki risiko setinggi orang dewasa untuk mengalami Covid-19 berat. Meski begitu, dari beragam kasus penyakit infeksi pada anak, Covid-19 menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian yang signifikan.
Selain itu, anak-anak sering dianggap tak begitu bermasalah dengan risiko long Covid. Padahal, masalah tersebut juga bisa dialami oleh anak. Pada kelompok usia yang sangat muda, infeksi ringan pun bisa menyebabkan terjadinya long Covid.
Mitos 3: Pencegahan Cukup Cuci Tangan
Menyentuh area hidung, mata, atau mulut dengan tangan yang belum dibersihkan memang dapat memunculkan risiko penularan Covid-19. Akan tetapi, Covid-19 juga bisa ditularkan melalui partikel udara yang kecil atau aerosol.
Untuk mencegah penularan Covid-19, kebiasaan mencuci tangan perlu dibarengi dengan beberapa langkah pencegahan lain. Sebagian di antaranya adalah menggunakan masker, menghindari kerumunan, dan vaksinasi.
Mitos 4: Masker tak Bermanfaat
Penggunaan masker terbukti bermanfaat dalam memberikan perlindungan dari paparan Covid-19. Meski tidak 100 persen, penggunaan masker bisa bekerja dengan sangat efektif bila disertai dengan langkah-langkah pencegahan lain. Penting juga untuk memastikan masker terpasang dengan benar di wajah.
Semua jenis masker pada dasarnya bisa memberikan perlindungan. Akan tetapi, masker yang dapat memberikan perlindungan paling maksimal adalah masker medis tanpa lapisan //non-woven//.
Masker tipe FFP2 dan FFP3 juga isa menyaring partikel hingga 95 persen dan 99 persen bila digunakan dengan baik. Penggunaan masker ini tak hanya bisa melindungi diri sendiri tapi juga orang-orang di sekitarnya.
Mitos 5: Vaksin tak Cegah Penularan
Orang-orang yang sudah divaksinasi masih bisa mengalami infeksi atau reinfeksi Covid-19. Akan tetapi, hal ini disebabkan oleh proses evolusi yang menghadirkan mutasi-mutasi baru pada protein //spike// virus. Selain itu, antibodi yang terbentuk dari riwayat infeksi Covid-19 sebelumnya juga dapat memudar.
Beragam bukti ilmiah juga menunjukkan bahwa vaksinasi dapat menurunkan transmisi Omicron dan tingkat keparahan penyakit. Meski tak 100 persen menurunkan risiko, orang-orang yang sudah divaksinasi dan mengidap Covid-19 memiliki peluang lebih sedikit untuk menularkan virus ke orang lain.
Mitos 6: Vaksin Dibuat Terburu-Buru
Kemunculan vaksin Covid-19 dianggap terlalu cepat oleh sebagian orang. Padahal, serangkaian uji klinis terhadap vaksin Covid-19 dilakukan sesuai kaidah dan tak terburu-buru.
Pada 2021, kehadiran vaksin Covid-19 telah melindungi sekitar 20 juta nyawa di dunia. Namun sebagaimana vaksin dan obat lain, vaksin Covid-19 tentu tak sempurna. Dalam kejadian yang sangat langka, vaksin Covid-19 dapat memunculkan reaksi yang serius. Hal ini bisa terjadi karena beragam faktor, termasuk keragaman genetik.
Beberapa reaksi langka dari vaksinasi Covid-19 adalah anafilaksis, masalah bekuan darah, serta perikarditis dan miokarditis. Mengingat kasusnya yang sangat langka, peneliti menilai risiko akibat vaksinasi Covid-19 jauh lebih rendah dibandingkan manfaatnya.