Pemerintahan Baru Israel telah Terbentuk

PM Netanyahu berhasil membentuk pemerintahan setelah negosiasi yang alot.

AP Photo/ Maya Alleruzzo
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Netanyahu mengumumkan bahwa dia telah berhasil membentuk koalisi baru.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri terpilih Benjamin Netanyahu pada Rabu (21/12/2022) malam mengumumkan bahwa dia telah berhasil membentuk koalisi baru. Netanyahu menyampaikan pengumuman itu melalui panggilan telepon ke Presiden Isaac Herzog sebelum batas waktu tengah malam. Partai Likud merilis video singkat Netanyahu yang tersenyum dan rekaman percakapan tersebut.

Baca Juga


"Saya ingin mengumumkan kepada Anda bahwa berkat dukungan publik yang luar biasa yang kami terima dalam pemilu, saya telah berhasil membentuk pemerintahan yang akan menjaga semua warga Israel," kata Netanyahu.

Netanyahu berhasil membentuk pemerintahan setelah negosiasi yang alot selama berminggu-minggu negosiasi dengan para mitranya. Netanyahu masih harus menyelesaikan kesepakatan pembagian kekuasaan dengan Partai Likud. Kendati demikian, Netanyahu mengatakan, kesepakatan pembagian kekuasaan akan rampung pada pekan depan. Namun hingga kini tanggal pengambilan sumpah jabatan Netanyahu belum diumumkan.

Netanyahu menghadapi tugas yang sulit di depan.  Dia akan memimpin koalisi yang didominasi oleh mitra sayap kanan dan ultra-Ortodoks yang mendorong perubahan dramatis dan dapat mengasingkan sebagian besar masyarakat Israel. Hal ini meningkatkan risiko konflik dengan Palestina dan menempatkan Israel pada jalur konflik dengan beberapa sekutu terdekatnya termasuk Amerika Serikat dan komunitas Yahudi Amerika.

Netanyahu telah mencapai kesepakatan dengan beberapa tokoh paling kontroversial dalam politik Israel. Salah satunya Itamar Ben-Gvir, yang pernah dihukum karena menghasut rasisme dan mendukung organisasi teroris. Netanyahu menangkat Ben-Gvir menjadi menteri keamanan yang akan menempatkannya sebagai penanggung jawab kepolisian nasional.

Tokoh kontroversial lainnya yang masuk ke dalam jajaran kabinet Netanyahu adalah Bezalel Smotrich. Dia merupakan seorang pemimpin pemukim Tepi Barat yang percaya bahwa Israel harus mencaplok wilayah Palestina yang diduduki. Smotrich menjabat sebagai menteri keuangan dan memegang otoritas luas atas pembangunan pemukiman di wilayah pendudukan Tepi Barat.

Tokoh sayap kanan lainnya yaitu Avi Maoz. Dia adalah kepala faksi kecil agama anti-LGBTQ. Maoz dipercaya  untuk mengatur sistem pendidikan nasional Israel dan wakil menteri yang bertanggung jawab atas "identitas Yahudi". Maoz secara terbuka memusuhi aliran Yudaisme liberal yang populer di Amerika Serikat. 

Dalam pemilihan 1 November, Netanyahu dan sekutunya merebut mayoritas 64 kursi di Knesset yang beranggotakan 120 orang. Netanyahu berjanji untuk segera membentuk koalisi. Tetapi proses membentuk koalisi itu tidak mudah, karena kelompok ultra-Ortodoks dan sayap kanan menuntut jaminan tegas atas ruang lingkup kekuasaan mereka.

Sebelum pemerintah baru mengambil sumpah, Netanyahu mendorong parlemen meloloskan undang-undang baru yang diperlukan untuk memperluas otoritas Ben-Gvir, dan menciptakan posisi menteri baru yang memberikan kekuasaan kepada Smotrich di Tepi Barat. Pada masa lalu, posisi ini dipegang oleh menteri pertahanan.  

 

Parlemen juga akan menyetujui undang-undang yang memungkinkan Aryeh Deri menjabat sebagai menteri pemerintah meski sedang menjalani masa percobaan hukuman atas pelanggaran pajak. Deri merupakan seorang politisi veteran yang pernah menjalani hukuman penjara dalam kasus suap.

Sementara itu, kelompok ultra-Ortodoks menginginkan peningkatan subsidi untuk sistem pendidikan otonom mereka. Hal ini telah menuai kritik karena mereka berfokus pada studi agama dan memberikan sedikit keterampilan kepada siswanya untuk dunia kerja. Sedangkan anggota parlemen Likud telah bersaing untuk mendapatkan koleksi penugasan yang berkurang, setelah Netanyahu memberikan banyak pekerjaan penting kepada mitra pemerintahannya.

Netanyahu telah diadili atas dugaan korupsi. Dia sangat ingin kembali menjabat sebagai perdana menteri setelah satu setengah tahun terakhir sebagai pemimpin oposisi.  Dia dan mitranya diharapkan mendorong serangkaian undang-undang yang mengguncang peradilan negara dan berpotensi membebaskan Netanyahu dari tuduhan apa pun.

Netanyahu adalah perdana menteri terlama Israel, dengan total masa jabatan 15 tahun sebelum dia digulingkan tahun lalu. Pemerintahan sayap kanan yang dibentuk Netanyahu telah menjadi sorotan dari pejabat Palestina, serta Amerika Serikat. Mereka khawatir, pemerintahan baru Netanyahu akan meningkatkan eskalasi antara warga Palestina dan pemukim Yahudi. 

Amerika Serikat dan Uni Eropa mengatakan, mereka akan menilai pemerintah baru Israel berdasarkan kebijakannya, bukan kepribadiannya.  Namun dalam pidatonya belum lama ini, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken  mengharapkan Netanyahu dapat menegakkan “nilai-nilai bersama” dan tidak mengambil tindakan yang dapat menghalangi pembentukan negara Palestina.

Mantan anggota Knesset yang sekarang menjadi Presiden Institut Demokrasi Israel, Yohanan Plesner,  mengatakan, dia mengharapkan koalisi yang stabil mengambil alih kekuasaan dalam beberapa hari mendatang. “Adalah kepentingan semua anggota koalisi baru untuk membentuk pemerintahan ini. Semuanya memiliki banyak keuntungan dan banyak kerugian jika tidak dibentuk," ujarnya.

Di dalam negeri, konsesi yang diharapkan Netanyahu untuk ultra-Ortodoks dan rencana untuk merombak sistem hukum negara dapat membuat marah banyak orang di kelas menengah sekuler Israel. Pekan lalu, puluhan eksekutif dari sektor teknologi tinggi menandatangani petisi untuk memprotes koalisi pemerintahan baru Israel. 

 

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler