Palestina Kritik Kebijakan Israel Larang Peralatan Medis Dikirim ke Gaza
Larangan itu membahayakan nyawa warga Palestina yang menjalani perawatan di RS.
REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH -- Otoritas Palestina mengkritik tajam kebijakan Israel melarang pengiriman peralatan medis ke Jalur Gaza. Menurutnya, hal itu membahayakan nyawa ratusan warga yang menjalani perawatan di rumah sakit atau fasilitas medis di wilayah terblokade tersebut.
Pejabat Kementerian Kesehatan Palestina Ibrahim Abbas mengatakan, Israel menolak mengizinkan peralatan medis, termasuk perangkat diagnostik, masuk ke Gaza. "Kurangnya layanan medis membahayakan nyawa ratusan pasien," ujarnya memperingatkan, dilaporkan Middle East Monitor, Ahad (25/1/20222).
Menurut Abbas, kebijakan pelarangan oleh Israel juga mempersulit upaya perbaikan peralatan medis di Jalur Gaza. Hal itu karena ketiadaan perangkat atau suku cadang yang diperlukan. Abbas menyerukan masyarakat internasional dan kelompok hak asasi manusia untuk segera menekan Israel agar mencabut larangannya terkait pengiriman peralatan medis di Gaza.
Menurut Kantor PBB untuk Urusan Kemanusiaan (OCHA), sepanjang tahun ini, Israel hanya menyetujui 64 persen permintaan pasien untuk menjalani perawatan khusus di luar Gaza, termasuk di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Pada tahun-tahun sebelumnya, tak sedikit pasien di fasilitas medis di Gaza yang meninggal karena tak kunjung memperoleh izin Israel untuk menjalani perawatan di luar wilayah tersebut.
Keterbatasan dan tak memadainya peralatan medis menjadi salah satu alasan mengapa para pasien itu ingin memperoleh perawatan di luar Gaza. Jalur Gaza memiliki populasi sebanyak 2,3 juta orang. Sejak 2007, Israel telah menerapkan blokade terhadap wilayah tersebut. Akses keluar-masuk barang, termasuk manusia, dibatasi ketat oleh Israel.
Blokade Israel selama 15 tahun telah menempatkan Gaza sebagai wilayah yang mengalami salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia. Menurut Biro Pusat Statistik Palestina, tingkat pengangguran di Gaza pada kuartal kedua tahun ini mencapai 44,1 persen. Angka itu termasuk yang tertinggi di dunia.
Menurut OCHA, dari total 2,3 juta penduduk Gaza, sebanyak 1,3 juta di antaranya membutuhkan bantuan pangan. Di bidang energi, Pembangkit Listrik Gaza hanya dapat memproduksi hingga 80 megawatt (MW), ditambah 120 MW yang dibeli dari Israel. Jumlah itu hanya memenuhi sekitar 50 persen dari kebutuhan listrik di Gaza, yang mencapai 400-450 MW. Pada 2021, pemadaman listrik bergilir rata-rata 11 jam per hari. Sebanyak 78 persen air pipa di Gaza tidak layak untuk dikonsumsi manusia.