LSM di Afghanistan Tak Bisa Bekerja Tanpa Staf Perempuan

Larangan Taliban memperberat kerja LSM dan membuat perempuan tak berpenghasilan.

AP/Ebrahim Noroozi
Seorang pejuang Taliban berjaga-jaga ketika seorang wanita berjalan melewati Kabul, Afghanistan, Senin, 26 Desember 2022. Keputusan Taliban baru-baru ini terhadap wanita Afghanistan termasuk larangan pendidikan universitas dan bekerja untuk LSM, yang memicu protes di kota-kota besar. Keamanan di ibu kota Kabul semakin intensif dalam beberapa hari terakhir, dengan lebih banyak pos pemeriksaan, kendaraan bersenjata, dan pasukan khusus Taliban di jalanan. Pihak berwenang belum memberikan alasan untuk keamanan yang lebih ketat.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban larang perempuan bekerja di organisasi nonpemerintah (LSM) asing. Dengan larangan tersebut, maka LSM yang memberikan layanan vital kepada warga Afghanistan mengalami kendala dan kesulitan.

Baca Juga


“Kami tidak bisa berfungsi tanpa staf perempuan kami. Para wanita adalah bagian penting dari bantuan kemanusiaan kami," kata penasihat senior di Norwegian Refugee Council (NRC), Annika Hampson, kepada Al Arabiya, Kamis (29/12/2022).

NRC untuk sementara menangguhkan pekerjaannya di Afghanistan. Sekitar sepertiga dari total 1.541 staf NRC adalah perempuan, dan mayoritas dari mereka adalah orang Afghanistan. Selain memperberat kerja LSM, larangan itu membuat para perempuan Afghanistan tidak memiliki penghasilan.

“Mereka sangat ketakutan dan frustrasi.  Wanita mengatakan mereka tidak mampu. Banyak dari mereka adalah pencari nafkah, dan jika mereka berhenti bekerja, keluarga mereka berhenti makan," ujar Hampson.

NRC merupakan salah satu dari banyak lembaga kemanusiaan di Afghanistan yang mengandalkan staf perempuan untuk menjalankan operasinya. Program. NRC di Afghanistan meliputi program pendidikan, ketahanan pangan, dan perumahan. 

"Ada kepekaan gender di Afghanistan, perempuan diperlakukan oleh perempuan. Kami tidak dapat menjangkau wanita dan anak-anak yang rentan. Dalam masyarakat konversatif seperti Afghanistan, kami membutuhkan wanita untuk segalanya," ujar Hampson.

Hampson mengatakan, beberapa layanan NRC yang ditangguhkan sangat penting untuk memastikan warga Afghanistan tetap hangat selama bulan-bulan musim dingin. Pada musim dingin suhu bisa turun di bawah nol derajat.

“Sejak Taliban mengambil alih, kami telah membantu lebih dari 870.000 orang di 18 provinsi, dan tahun ini kami berada di tengah musim dingin yang menyelamatkan nyawa,” kata Hampson.

 

Menyusul pengumuman Taliban, Save the Children dan CARE International juga menangguhkan pekerjaan mereka di Afghanistan. “Kami tidak dapat bekerja secara efektif untuk menjangkau anak-anak, wanita dan pria yang sangat membutuhkan di Afghanistan tanpa staf wanita kami," kata Save the Children dalam sebuah pernyataan pada Ahad (25/12/2022).

Save the Children menjalankan sejumlah program termasuk klinik medis keliling dan kelas pendidikan. Saat ini, LSM tersebut memiliki kurang dari 2.500 staf wanita di Afghanistan. Sementara Komite Palang Merah Internasional (ICRC) memiliki sekitar 1.800 staf di Afghanistan, yaiu campuran antara perempuan dan laki-laki serta pekerja internasional dan warga Afghanistan.

“Perhatian utama ICRC adalah dampak keputusan ini terhadap situasi kemanusiaan yang benar-benar mengerikan di Afghanistan,” kata juru bicara ICRC, Lucien Christen.

Berbeda dengan lembaga lain, ICRC masih melanjutkan operasinya di Afghanistan. Larangan Taliban muncul pada saat yang sangat buruk, yaitu ketika warga Afghanistan menghadapi cuaca musim dingin. Christen menambahkan bahwa, jumlah pasien yang menderita pneumonia meningkat di 33 rumah sakit Afghanistan yang didukung oleh staf ICRC.

Untuk saat ini, satu-satunya hal yang dapat dilakukan oleh lembaga bantuan adalah mencoba bernegosiasi dengan Taliban untuk membatalkan keputusan itu. Tetapi situasinya masih sangat tidak dapat diprediksi.

“Kami mendesak pihak berwenang untuk sepenuhnya mempertimbangkan apa implikasi (dari pelarangan perempuan bekerja untuk LSM) nantinya,” kata Christen.

Taliban kembali berkuasa di Afghanistan pada 2021 setelah koalisi militer pimpinan AS menarik diri dari negara itu setelah 20 tahun. Namun sejak kembali berkuasa, Taliban telah menerapkan larangan ketat terhadap perempuan. Antara lain, larangan bagi perempuan mengakses pendidikan di sekolah menengah dan universitas.  

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler