Dua Pesan Rasulullah untuk Imam Sholat dan Ulama

Imam harus memperhatikan keadaan makmum. Ulama harus berkomunikasi yang baik.

Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi ulama berceramah tentang iman dan takwa
Red: Erdy nasrun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ulama dan imam. Keduanya bisa saja diperankan oleh seorang Muslim sekaligus. Seorang ulama sering menjadi imam sholat. Namun seorang imam sholat, belum tentu ulama. Sebabnya, ulama menyaratkan pemahaman ilmu yang luas dan kearifan dalam bersikap.


Namun, keduanya sama-sama dianjurkan, bahkan diharuskan untuk menyampaikan ilmu yang mereka miliki kepada orang lain. Mereka harus mencerahkan dan menginspirasi orang lain dengan cahaya Allah.

Lalu apa saja pesan untuk keduanya. Nah, berikut ini adalah anjuran Rasulullah SAW untuk mereka. Pertama, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib RA, sebagaimana termaktub dalam kitab Shahih Bukhari, bahwa Nabi Muhammad berkata, "Berbicaralah kepada orang-orang sesuai dengan pengetahuan mereka. Apakah kalian senang jika Allah dan Rasul-Nya didustakan?"

Abu Na'im dalam kitab Mustakhraj, menjelaskan, frasa hadditsinnaas yang disebutkan dalam riwayat tersebut memiliki makna yaitu agar berbicara kepada mereka dengan pembicaraan yang bisa dicerna oleh akal mereka dan mudah dimengerti.

Ketika pendengarnya tidak memahami pembicaraan yang disampaikan oleh seorang pemberi ilmu, bisa menimbulkan kesalahpahaman atau pemahaman yang keliru, yang kemudian dapat mengakibatkan dusta.

Dalam kitab Shahih Muslim, dari Abdullah bin Mas'ud RA, Rasulullah berkata, "Tinggalkanlah hal-hal yang tidak mereka sukai dan tinggalkan juga hal-hal yang sulit dicerna oleh pemahaman mereka."

Selain itu, juga dikatakan: "Engkau bukanlah orang yang berbicara kepada suatu kaum dengan pembicaraan yang tidak dapat dicerna oleh akal mereka kecuali akan timbul fitnah di kalangan sebagian dari mereka."

Pesan kedua adalah sebagai berikut. Dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim, dipaparkan bagaimana Rasulullah SAW menegur Mu'adz bin Jabal RA saat memperpanjang waktu shalatnya bersama jamaah.

Rasulullah SAW berkata, "Apakah engkau menjadi orang yang menimbulkan banyak fitnah, wahai Mu'adz." Hadits ini menggunakan diksi fattaan, yang merupakan bentuk mubalaghah dari fatin, dengan akar kata yakni al-fitnah.

Dalam kitab Shahih Bukhari dijelaskan, Nabi Muhammad SAW menggunakan kalimat tanya itu hingga tiga kali. Makna dari diksi fattaan yang berakar kata fitnah dalam hadits tersebut, yaitu memperpanjang shalat sampai mengakibatkan jamaah yang bermakmum kepadanya keluar dari shalat karena tidak suka dengan cara tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler