Konser di AS Hentikan Penggunaan Gelas Plastik demi Kurangi Limbah

Setelah perhelatan konser, AS dihadapkan pada permasalahan jutaan sampah.

Pixabay
Konser di AS berhenti gunakan gelas plastik.(ilustrasi)
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penampakan sampah berserakan setelah konser bukan hanya menjadi masalah sosial di Indonesia saja tapi juga negara maju seperti Amerika Serikat (AS). Di negara tersebut, pascakonser bisa menyisakan sampah-sampah seperti gelas plastik yang bahkan setiap tahunnya bisa mencapai jutaan.

Baca Juga


Merespons masalah tersebut, organisasi musik AS National Independent Venue Association (NIVA) mengumumkan kemitraan dengan r.Cup, sebuah platform yang menyediakan gelas yang bisa dipakai berkali-kali. Tujuannya untuk menggantikan penggunaan cangkir plastik sekali pakai. Jadi alih-alih dibuang dan menjadi limbah, gelas dari r.Cup bisa dicuci dan digunakan kembali.

Melalui kemitraan ini, r.Cup juga akan mendonasikan 0,01 dolar AS kepada NIVA untuk setiap gelas yang digunakan oleh anggota NIVA. Live Nation juga mengumumkan program serupa di venue pada September lalu melalui kemitraannya dengan Turn Systems.

“NIVA diposisikan secara unik untuk mendorong anggota kami mengadopsi praktik berkelanjutan, khususnya untuk mengurangi plastik sekali pakai melalui program inovatif ini,” kata COO r.Cup Cody Cowan seperti dilansir Variety, Kamis (5/1/2023).

Nantinya, setiap selesai konser, r.Cup akan mengumpulkan, mencuci, membersihkan, memeriksa, dan kemudian mengemas ulang cangkir untuk digunakan kembali. R.Cup adalah platform berkelanjutan pertama di AS yang mengusung inovasi ini, di mana ini bisa menghilangkan dua juta ton emisi CO2 di lebih dari 90 kota, 30 negara bagian, dan 12 negara.

Organisasi seperti Reverb dan musisi seperti Dave Matthews dan Billie Eilish telah membuat langkah besar menuju ekosistem konser yang lebih ramah lingkungan dalam beberapa tahun terakhir. Tidak diragukan lagi bahwa konser dan festival musik di Eropa jauh di depan AS dalam pengendalian sampah pascakonser.

Oya Festival di Norwegia menjadi salah satu contoh terdekat. Festival yang telah digelar sejak 1999 dinobatkan sebagai penerima penghargaan "Outstanding" oleh organisasi nirlaba internasional A Greener Festival. Konser tersebut juga disertifikasi sebagai "Environmental Lighthouse" oleh yayasan Norwegia dengan nama yang sama.

 

Festival tersebut memiliki tingkat daur ulang sekitar 75 persen dan kompos ada di mana-mana. Makanannya 95 persen organik, dan kira-kira setengahnya berbahan dasar tanaman dengan hanya 20 persen item termasuk daging (yang jauh lebih ramah iklim untuk diproduksi).

Semua kemasan makanan juga bisa dibuat kompos dan diubah menjadi biogas setelah acara. Semua minuman non-air putih disajikan dalam cangkir yang dapat digunakan kembali dengan biaya sekitar Rp 30 ribu.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler