Kiaiku, Kakek Anak-Anakku: Sekilas Pandang Sosok dan Kiprah KH A Wahab Muhsin

KH A Wahab Muhsin aktif berkhidmah untuk lembaga pendidikan dan umat

Dok Republika
Pesantren Sukahideng Tasikmalaya, di bawah asuhan almarhum KH A Wahab Muhsin
Red: Nashih Nashrullah

Oleh : Prof Syihabuddin, guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan Santri Sukahideng 1969

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- KH A Wahab Muhsin merupakan tokoh panutan, tidak hanya bagi para santrinya, tetapi juga bagi warga masyarakat terutama masyarakat Tasikmalaya. Betapa banyak kiprahnya dalam bidang pendidikan, sosial kemasyarakatan serta sikap hidup keseharian yang patut diteladani.

Baca Juga


Abah (biasa saya dan cucu-cucu memanggilnya) di samping mengajar rutin di pesantren juga mengajar di IAIC (Institut Agama Islam Cipasung) dan di Perguruan Tinggi Agama Islam Al-Musaddadiyyah Garut.

Karena kedalaman ilmu yang ditekuninya dan keseriusan dalam mengajar almaghfurlah Prof Anwar Musaddad  mengajukannya untuk mendapat gelar guru besar (Profesor), namun secara halus beliau menolaknya, penolakan itu karena muncul dari sikap ketawadluannya, dan pertimbangan konsekuensi logis dari anugerah yang akan disandangnya, berarti beliau harus sering meninggalkan pesantren dan sibuk dengan kegiatan-kegiatan di kampus.

Waktu itu saya pun pernah mendengar ada yang mengajukannya untuk menjadi ketua MUI wilayah Jawa Barat, pengajuan itu pun ditolaknya dengan alasan yang hampir sama.

Dalam proses belajar mengajar di pesantren, beliau menggunakan metode yang cukup unik. Dikatakan unik karena berbeda dengan metode mengajar yang umumnya digunakan. Bagi saya dan kawan-kawan yang masuk pesantren Sukahideng langsung ke kelas 5 PGA (kelas 2 Aliyah), metode pengajarannya sangat membantu mempercepat pemahaman. Misalnya pelajaran Ushul Fiqh, beliau tidak menggunakan teks-teks berbahasa Arab, melainkan menggunakan buku Ushul Fiqh berbahasa Indonesia.

Dalam metode pembelajaran, terutama Ushul Fiqh, beliau sering menggunkana metode induktif /   طريقة الاستقراء  yaitu metode yang bermula dengan menyajikan sejumlah keadaan khusus, kemudian disimpulkan menjadi suatu fakta, prinsip, aturan atau kaidah. 

Menurut para ahli, penggunaan metode ini banyak keunggulannya, antara lain memicu peserta didik (santri) untuk terlibat dalam memikirkan contoh, kasus  yang sedang guru jelaskan.

Saya tidak begitu yakin beliau pernah membaca tentang metode pembelajaran seperti itu. Namun menurut zhan saya metode itu muncul begitu saja pada diri beliau sehingga menjadi malakah yang khas bagi beliau. 

Pengajian kitab yang saya dan kawan ikuti langsung kepada beliau antara lain  pengajian kitab Alfiyah. Bagi kami waktu itu kitab Alfiyah sangat sulit difahami, karena ada beberapa problem yang dihadapi, antara lain kosa kata yang digunakan, struktur kalimat yang terikat dengan kaidah syi-‘ir (puisi), dan konten atau isi kaidah kebahasaan  yang dikandung di dalamnya. 

Biasanya Abah memulainya dengan “ngaloghat” (mebaca kata demi kata sesuai dengan kedudukannya dalam kalimat), lalu untuk memudahkan pemahaman kepada santri struktur nadham yang ada dalam bait itu diubahnya menjadi struktur kalimat biasa yang tidak terikat dengan kaidah-kaidah puisi (wazan syi’ir dan qafiyah), lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Sunda dan terkadang ke dalam bahasa Indonesia. Setelah itu santri diminta membacanya secara bergiliran. 

 

Karya-karya monumental 

Abah seorang ilmuwan sekaligus seorang seniman, banyak karya-karya seninya yang monumental, diantaranya diabadikan dalam senandung lagu-lagu Al-Manar, yaitu lagu Salam ka Panutan dan Raray Agan. Adapun karya-karyanya bidang ilmu dan literasi antara lain:

Baca juga: Al-Fatihah Giring Sang Ateis Stijn Ledegen Jadi Mualaf: Islam Agama Paling Murni

1. Taisîr al-Thalabah: Mabàdi fî ‘Ilm al-Balàghah 

Buku ini berisi pokok-pokok atau dasar-dasar ilmu balaghah. dalam mukaddimahnya beliau menulis:

الحمد لله الذي قصرت عبارة البلغاء و عن الإحاطة بمعاني آياته، و عجزت ألسن الفصحاء عن بيان بدائع مصنوعاته، والصلاة والسلام على من سلك طرفي البلاغة إطنابا و إيجازا ، و على آله وأصحابه الفاتحين يهديهم إلى الحقيقة مجازا، وبعد

Betapa indahnya uslub yang digunakan untuk mukaddimah buku ini. Sesusai dengan namanya ilmu Balaghah, kalimat yang digunakannya pun kalam baligh, diksi yang digunakannya merupakan Pasal-Pasal yang akan dipelajari dalam ilmu balaghah.

Ada disebutkan qashar, al-bulaghà (para ahli balaghah), al-fushahà (orang-orang yang tutur katanya fasih), badài (bentuk plural dari badî’ yaitu ilmu yang mempelajari tentang penghalusan tuturan), al-balaghah, ithnâb, îjâz, haqiqat, dan majâz.

 

 

 

 

2. Assirâjul Wahhâj fil-Isrâ wal-Mi’râj

Nadhaman ini berjudul Assirâjul Wahhâj fil-Isrâ wal-Mi’râj artinya Lampu yang bercahaya tentang Isra wal Mi’raj, berisi tentang peristiwa Isra wal Mi’raj Nabi Muhammad SAW dari Baitullah ke Baitul Maqdis hingga Sidratul Muntaha dan turunnya perintah sholat lima waktu.

Nadhaman ini berisis 188 bait selesai ditulis pada 13 Jumadil-akhir 1404/ 16 Maret 1984. Biasanya nadhaman ini dibaca santri Sukahideng bertepatan tanggal 27 Rajab, sebagai peringatan Peristiwa Isra wal Mi’raj.

3. Ageman Kataohidan

Buku ini disusun dengan tujuan untuk memperkuat tauhid warga NU khususnya di daerah Tasikmalaya dan selesai ditulis 13 Janauari 1984. Buku ini terdi atas 133 bait nadhaman. Nadhaman menerangkan tema arti laa ilaaha illallah, ziarah ke kubur, hukum tawasul, dalil-dalil adanya Allah SWT, Nabi Muhammad SAW utusan Allah SWT, serta iman kepada para rasul selain Nabi Muhammaad SAW. 

4. Syu’abul Iman (Cabang-Cabang Iman) 

Nadhaman ini merupakan hasil terjemahan  dari nadham Syu’abul Iman karya dari Syekh an-Nawawi al-Bantani. KH A Wahab Muhsin menterjemahkannya kedalam bahasa Sunda dan juga memberikan penjelasan-penjelasan yang ringkas dalam bentuk nadhaman.

Beliau mengalihbahasakannya  pada 8 Juli 1964. Isi dari nadhoman sunda Syu’abul Iman ini terdiri dari 77 cabang iman yang didalamnya membahas mengenai rukun iman, rukun Islam, alam akhirat, akhlak/tatakrama dan lain-lain

Kiprah

Di samping kesibukannya di pesantren, abah berkecimpung langsung dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, seperti sebagai Ketua MUI Kab Tasikmalaya, Rois Syuriyah NU, sebagai mubaligh dan sebagai anggota masyarakat itu sendiri. Abah memimpin MUI hanya satu periode yakni dari tahun 1988–1993 tetapi masa yang cukup singkat ini diisi dengan aktivitas yang cukup banyak dan monumental. 

MUI Tasikmalaya di masa kepimpinannya sangat memperhatikan netralitas hubungannya dengan pemerintah. Netralitas disini ialah bahwa MUI Tasikmalaya bukanlah alat yang diperuntukkan untuk melegitimasi kekuasaan pemerintah.

MUI dalam mengeluarkan fatwa harus menjunjung tinggi asas kebenaran yang bersumber dari Alquran, hadits, dan pendapat ulama. Contoh Kasus yang sangat monumental kala itu adalah masalah KB (Keluarga Berencana) 

Andil abah sewktu menjadi ketua MUI sangat besar, yaitu  ketika mengubah dua gedung film yang berada di depan Masjid Agung Tasikmalaya menjadi Gedung Dakwah Islamiyah. Perubahan fungsi Gedung ini bukanlah pekerjaan yang ringan, tetapi perlu konsep yang matang, jumlah dana yang cukup banyak, juga mengubah kultur masyarakat yang sudah terbiasa berpuluh-puluh tahun menikmati hiburan di kedua gedung itu. 

Dalam organisasi Nahdlatul Ulama abah pernah menjadi Rois Syuriah NU cabang Tasikmalaya sewaktu bapak Drs H Hidayat ketua Tanfidziyahnya, dengan sekretariat di Jl Dr Soekarjo Tasikmalaya, tempat saya sekolah PGAPNU pada 1965-1968. Pada 70-an di tempat ini para aktivis NU mendirikan Yayasan Galunggung dengan mendirikan SMA dan STH (Sekolah Tinggi Hukum) Galunggung.

Lama kelamaan Yayasan ini berkembang pesat sehingga kegiatannya memenuhi ruangan-ruangan sekretariat, maka muncullah keinginan sebagian warga NU untuk memperjelas status Sekretariat NU itu. Masalah ini sangat sensitif sekali.

Agar permaslahan ini bisa terselesaikan secara legal formal, maka  abah sebagai Rois Syuriyah NU bersama ketua Tanfidziyyah NU (Bapak Drs H Hidayat) membawa permaslahan ini ke konferensi Cabang NU. 

Menjelang  1970 abah diundang untuk mengikuti dialog dengan tokoh Persis dari Bandung, dialog tentang masalah khilafiyah furu’iyah. Pada awalnya abah tidak bersedia menghadirinya, tetapi desakan warga NU agar abah berpartisipasi pada acara itu sangat kuat sekali.

Baca juga: Islam akan Jadi Agama Mayoritas di 13 Negara Eropa pada 2085, Ini Daftarnya 

Akhirnya beliau hadir juga. Perstiwa ini lepas dari pemberitaan, hanya ada informasi bahwa abah hanya membawa dua jilid kitab Subûlus Salâm, sedangkan tokoh dari Bandung membawa kitab satu jip. 

Waktu kejadian itu saya masih kecil, sehingga informasinya tidak begitu lengkap. Dialog itu berjalan dengan lancar. Tampaknya tokoh Persis itu terkesan oleh keilmuan abah, sehingga mengirim anaknya untuk nyantri di Sukahideng dan sekolah di PGAN Sukamanah.

Setelah peristiwa itu, publik semakin mengetahui sikap moderasi abah dalam beragama, maka pengajian bulanan alumni di Sukahideng dan pengajian MUI di Tasikmalaya banyak diikuti bukan hanya warga NU saja melainkan juga umat Islam pada umumnya.    

 

Di tengah keluarga

Ema (ibu ajengan Hj Siti Sofiah) begitu kami putra-putri dan cucu-cucu memanggilnya, sangat berperan di balik kesibukan Abah. Di samping melaksanakan kewajiban sebagai ibu rumah tangga, beliau merangkap sebagai manajer di pesantren, beliaulah yang mengelola administrasi pesantren dari A sampai dengan Z nya. 

Ema juga yang punya inisiatif mengadakan sillaturahim keluarga setiap dua bulan sekali yang sudah berlangsung sekian lama. Abah dan Ema sangat dekat hubungannya dengan seluruh anggota keluarga, setiap putra-putrinya memiliki kesan tersendiri. Demikian pula dengan cucu-cucunya. Dalam pertemuan keluarga itu, sering muncul kerinduan kepada abah dan ema, ingat kepada nasihat dan amanat-amanatnya. 

Di samping itu ada yang bercerita tentang pribadinya yang sangat luhur. Abah dan ema  tidak pernah “geunggeureuhan”, putra-purinya dipersilakan  menyalurkan hobinya masing-masing, ada yang hobinya memelihara ayam, ada yang hobi main layang-layang dan brik-brikan, ada yang hobi bernyanyi sampai jadi penyanyi Almanar, ada juga yang hobi baca puisi hingga juara baca puisi se-kabupaten.

Tapi umumnya putra-putri abah senang olah raga terutama maen bola voli. Sekarang, alhamdulillah semuanya bisa berperan sesuai dngan tugasnya masing-masing

Abah dan Ema  sering mengunjungi putra-putrinya yang di Bandung, Karawang, kota Tasik, Sukaraja dan Yogyakarta. Ketika berkunjung ke Jogja misalnya, beliau senang mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Beliau bisa berlama-lama mengunjungi Keraton, Candi dan Musium Dirgantara. 

Di sela-sela waktu kunjungan itu abah sering menuliskan sendiri, wirid-wirid yang sebaiknya kami amalkan. Kami semua berusaha mengamalkan semua yang menjadi amanatnya.

Kami semua pun sangat prihatin dengan penyakit yang sempat abah derita di akhir hayatnya, namun kami semua mengikhlaskan menyerahkan semuanya kepada Allah SWT.

Abah berpulang ke Rahmatullah pada malam Jumat pukul 23.00 tahun 2000. Selang beberapa tahun kemudian ema pun menyusulnya. Semoga beliau berdua mendapat ampunan Allah SWT. Āmìn

 

 

31 Desember 2022/ 08 Jumadil Akhir 1444, disampaikan pada Seminar Milad Satu Abad Pesantren Sukahideng Tasikmalaya, 31 Desember 2022

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler