Iran Tutup Institut Riset Prancis Karena Kartun Charlie Hebdo
Charlie Hebdo menerbitkan kartun yang mengejek ulama yang berkuasa di Iran.
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Iran pada Kamis (5/1/2023) menutup Institut Riset Prancis sebagai tanggapan atas kartun yang diterbitkan oleh majalah satir Prancis Charlie Hebdo. Majalah satir tersebut menerbitkan kartun yang mengejek ulama yang berkuasa di Iran.
Kementerian Luar Negeri Iran menyebut penutupan Institut Riset Prancis di Iran sebagai langkah pertama dalam menanggapi kartun yang diterbitkan Charlie Hebdo. Kementerian menyebut kartun yang diterbitkan majalah itu sebagai bentuk dukungan untuk demonstrasi anti-pemerintah yang telah mengguncang Iran selama hampir empat bulan.
Kementerian Luar Negeri akan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meminta pertanggungjawaban Prancis. Pada Rabu (4/1/2023), Iran telah memanggil duta besar Prancis untuk mengadukan kartun tersebut.
Institut Riset Prancis didirikan pada 1983 melalui penggabungan delegasi arkeologi yang berasal dari akhir abad ke-19 dan sebuah lembaga studi Iran. Institut ini mencakup perpustakaan yang menawarkan sekitar 49.000 referensi, termasuk 28.000 buku.
Pada Kamis, ada pengamanan ketat di sekitar institut dan Kedutaan Besar Prancis di Teheran tengah. Terdapat grafiti yang ditorehkan di dinding luar gedung kedutaan yang tampaknya dibuat oleh pendukung pemerintah Iran. Grafiti itu menyebut Prancis sebagai "rumah kaum homoseksual" dan "tempat penistaan".
Charlie Hebdo memiliki sejarah panjang dalam menerbitkan kartun vulgar yang mengejek kaum Islamis. Menurut para kritikus, majalah ini sangat menghina umat Islam. Dua ekstremis Alqaeda kelahiran Prancis menyerang kantor surat kabar tersebut pada 2015. Serangan ini menewaskan 12 kartunis.
Majalah Charlie Hebdo edisi terbaru menampilkan pemenang kontes kartun. Dalam kontes itu, para peserta diminta untuk menggambar karikatur paling ofensif dari Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
Salah satu finalis menggambarkan seorang ulama bersorban meraih jerat algojo saat dia tenggelam dalam darah. Sementara kartun lainnya menunjukkan Khamenei berpegangan pada singgasana raksasa di atas kepalan tangan pengunjuk rasa.
Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amirabdollahian pada Rabu berjanji akan memberikan tanggapan yang tegas dan efektif terhadap penerbitan kartun tersebut. Menurutnya, kartun itu telah menghina otoritas agama dan politik Iran.
Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna menuduh Iran mempraktikkan politik yang buruk. Menurutnya, Iran tidak hanya mempraktikkan kekerasan terhadap rakyatnya sendiri tetapi juga mempraktikkan kebijakan menyandera orang, yang sangat mengejutkan.
"Di Prancis, kebebasan pers tidak seperti yang terjadi di Iran, namun juga dilakukan di bawah kendali hakim dan sistem peradilan independen. Juga dalam hukum Prancis kami tidak memiliki gagasan penistaan," ujar Colonna.
Kendati demikian, pemerintah Prancis telah menegur majalah milik swasta itu di masa lalu karena memicu ketegangan.
Iran telah menghadapi aksi protes nasional selama hampir empat bulan. Protes dipicu oleh kematian seorang wanita Kurdi, Mahsa Amini pada pertengahan September. Amini yang berusia 22 tahun telah ditahan oleh polisi moralitas Iran karena diduga melanggar aturan berpakaian Islami yang ketat di negara itu.
Para pengunjuk rasa menyerukan penggulingan ulama yang berkuasa di Iran. Ini adalah salah satu tantangan terbesar bagi pemerintahan mereka sejak Revolusi Islam 1979 yang membawa rezim ulama ke tampuk kekuasaan.