Nasdem Ajukan Jadi Pihak Terkait dalam Gugatan Sistem Proporsional di MK
Nasdem tegaskan Yuwono Pintadi bukan merupakan kader partainya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Nasdem menegaskan menjadi salah satu pihak yang menolak sistem proporsional tertutup diterapkan pada Pemilu 2024. Penolakan itu dibuktikan dengan sikap Partai Nasdem yang mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022.
Nomor perkara tersebut diketahui merupakan gugatan terhadap sistem proporsional terbuka dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi (MK). Pengajuan sebagai pihak terkait itu diwakilkan oleh Wakil Sekjen Partai Nasdem Hermawi Taslim dan Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Nasdem Wibi Andrino.
"Nasdem bertindak untuk dan atas nama saya menjadi pihak terkait dalam pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi tertutup dengan registrasi perkara nomor 114/PUU-XX/2022 di MK," ujar Wibi lewat keterangannya, Sabtu (7/1/2023).
Partai Nasdem tegas menolak sistem proporsional tertutup. Alasannya, jika Pemilu 2024 tidak lagi menggunakan proporsional terbuka, tidak akan terwujud hubungan keterwakilan antara anggota DPR dengan rakyat yang diwakilinya.
"Sebab, rakyat tidak dapat memilih secara langsung wakilnya sebagaimana dijamin oleh UUD 1955," ujar Wibi yang merupakan anggota DPRD DKI Jakarta.
Adapun Hermawi menegaskan, Yuwono Pintadi yang menjadi salah satu penggugat bukanlah kader Partai Nasdem. Yuwono Pintadi sama sekali tidak mewakili sikap Partai Nasdem dalam mengajukan permohonan.
"Permohonan tersebut tentunya akan mempengaruhi hak konstitusional Pihak Terkait dan Partai Nasdem," ujar Hermawi.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menilai Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Asy'ari seharusnya tidak mengomentari gugatan yang sedang berproses di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem proporsional tertutup. Sebab, KPU sebagai lembaga pelaksana isi undang-undang, bukan pembentuk undang-undang.
"Menurut saya tidak pada tempatnya kita mengomentari seperti itu, karena kita (KPU dan Bawaslu ) fokusnya adalah menyelenggarakan pemilu," kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja di kantor KPU RI kepada wartawan, Jumat (30/12/2022).
Bagja mengatakan, terkait sistem pemilihan apa yang bakal digunakan, itu sepenuhnya domain lembaga pembentuk undang-undang, yakni DPR dan Pemerintah. Biarkan DPR dan Pemerintah yang memikirkan sistem apa yang akan digunakan. KPU bisa memberikan masukan jika memang diminta oleh lembaga pembentuk undang-undang tersebut.
Hal sama, kata dia, juga berlaku ketika pasal terkait sistem pemilihan dalam UU Pemilu digugat ke MK. Seharusnya KPU menunggu saja apa keputusan MK, bukannya malah mengomentari. "Jadi, kita lebih baik sebagai penyelenggara pemilu tidak ikut dalam perdebatan seperti itu," ujar Bagja.