Peran Dakwah Dai Mengawal Demokrasi

Dakwah dengan pesan perdamaian jelang gelar pesta demokrasi harus lebih dibumikan.

Foto : MgRol112
Ilustrasi Dai
Red: Budi Raharjo

REPUBLIKA.CO.ID,


Oleh KH Nurul Badruttamam SAg MA, Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU

 

Tak terasa, kita sudah berada di tahun 2023. Tahun yang mendebarkan, jelang pesta demokrasi akbar di 2024 nanti. Banyak harapan dan rasa optimisme masyarakat, agar penyelenggaraan pemilu serentak berjalan dengan damai.

Ada fenomena menarik menjelang tahun politik, tak jarang kita temui hoaks atau berita bohong menjadi ancaman bagi negeri. Tidak sedikit oknum yang tak bertanggung jawab memanfaatkan demokrasi untuk menyebarkan informasi bohong dan menciptakan kegaduhan atau propaganda. 

Perkembangan teknologi yang begitu pesat juga memudahkan masyarakat dalam mengunggah sekaligus mengakses informasi, meski kesahihannya masih perlu divalidasi. Semarak demokrasi yang digelar, menjadi sebab masyarakat mencari informasi terkait preferensi tokoh yang mereka sukai. Sedangkan satu-satunya sumber informasi yang paling mudah dan murah diakses adalah sosial media.

Disisi lain, rendahnya literasi digital pada masyarakat juga sangat mempengaruhi. Hoaks dan ujaran kebencian disebarluaskan pada akun-akun media sosial, baik yang bersifat asli (terverifikasi pemiliknya) maupun akun-akun anonim dianggap valid. Padahal, tujuan disebarkannya jelas, menjatuhkan calon yang diusung dengan kampanye hitam, targetnya untuk menurunkan elektabilitas.

Menuju pesta demokrasi ini, sudah seharusnya seluruh masyarakat bersatu-padu untuk merayakannya dengan nuansa yang damai, senang dan bahagia. Jangan sampai esensi dari kata ‘pesta’ justru dijadikan sebagai alat untuk menebar konflik antar kelompok, dengan cara menyebarkan fitnah dan hoaks.

Terlebih jika bersumber dari dai daiyah garda terdepan dalam berdakwah. Santun berdakwah untuk pemilu damai sudah seharusnya menjadi visi dalam mengawal terselenggaranya pemilu, sebuah pekerjaan keumatan sekaligus untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dari ancaman disintegrasi bangsa. 

Peran Dai Menjaga Kerukunan Umat

Dalam beberapa situasi genting, jelang perayaan demokrasi, sudah sepatutnya dai daiyah mengambil peran. Berkiprah secara aktif meredam gejolak sosial politik yang memicu adanya perpecahan. Demikian juga di tengah maraknya aksi kekerasan, ujaran kebencian, pemaksaan pendapat dan intoleransi, maka dai juga harus menjadi yang paling nyaring dalam menentangnya. 

Keberpihakan dai untuk menyajikan dakwah dengan edukasi politik yang netral dan menganyomi masyarat menjadi tuntutan peran yang sudah seharusnya dihadirkan. Keberadaan konten-konten dakwah positif saat ini sangat ditunggu untuk menjadi penyejuk sekaligus pencerah bagi masyarakat. Bukan turut hanyut dan dengan mudahnya menjadi bagian dari penyebaran informasi yang menyesatkan. Apalagi jika ini dilakukan di tengah masyarakat yang kebingungan. 

Ketika arus demokratisasi dan tuntutan kebebasan bermunculan, maka  dai perlu hadir sebagai elemen anak bangsa yang terdepan dalam merespon dan memperjuangkan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang sahih dan dapat dipertanggungjawabkan. Kehadiran dai dalam menyampaikan dakwah edukasi politik harus dipahami sebagai bagian dari hubbul wathan minal iman, “cinta tanah air adalah ebagian dari iman”. 

Pesan yang disampaikan KH Hasyim Asy’ari dalam resolusi jihad ini harus dipahami dan ditunaikan dalam berbagai situasi, terutama jika menyangkut dengan ancaman disintegrasi bangsa. Dai sudah sudah selayaknya memberikan sumbangsih untuk selalu mengawal terjaganya NKRI. Apalagi jika berkaitan dengan proses pemilihan pemimpin di Republik ini. 

Hal ini sebagaimana yang telah dicontohkan oleh pendahulu kita yang senantiasa memberikan komitmennya untuk bangsa dalam merawat bingkai NKRI. Tentu hal ini dapat dilakukan dengan berbagai upaya, sebagaimana dengan bidang dan kemampuan yang dimilikinya. Yang terpenting ihwal tersebut tidak sampai menimbulkan perpecahan dan kegaduhan.

Perlu diingat bahwa, peran dai dalam menjaga perdamaian di Indonesia merupakan harga hidup sekaligus sampai mati yang harus ditunaikan. Kehadiran dai sebagai oase penyejuk jiwa di tengah gurun hiruk pikuk jelang pemilu harus terus digenapkan di ruang dakwah yang semakin bebas, ketika dunia virtual semakin tak terbatas.

Maka, dakwah dengan pesan perdamaian jelang gelar pesta demokrasi harus lebih dibumikan di kanal-kanal media sosial. Jumlahnya harus lebih mendominasi, ketimbang ujaran kebencian yang dapat meruntuhkan persatuan. Dai harus menjadi panutan dalam menjaga kerukunan umat, mengambil peran dalam menjaga martabat umat dan bangsa. Demikian seharusnya visi yang diemban dai hari ini, menjaga kerukunan umat untuk Indonesia bermartabat!

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler