Pengakuan Pangeran Harry Picu Kemarahan dan Protes di Afghanistan
Para mahasiswa dari universitas lokal di Provinsi Helmand mengutuk Pangeran Harry.
REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Para pengunjuk rasa di Afghanistan selatan pada Ahad (8/1/2023) menggelar protes terkait pengakuan Pangeran Harry yang membunuh 25 orang dalam buku memoarnya. Harry mengaku telah membunuh 25 orang yang digambarkan sebagai pejuang Taliban, saat ditempatkan dengan pasukan Inggris di Afghanistan.
Mahasiswa dari 20 fakultas di sebuah universitas lokal di Provinsi Helmand menggelar aksi unjuk rasa mengutuk pengakuan Pangeran Harry tersebut. Ini adalah Provinsi tempat sebagian besar pasukan Inggris terkonsentrasi selama operasi NATO dan koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) di Afghanistan.
"Kami mengutuk tindakannya (Pangeran Harry) yang bertentangan dengan semua norma kemanusiaan," kata seorang demonstra.
Para pengunjuk rasa membawa poster yang memperlihatkan potret Harry dengan tanda 'x' merah di atasnya. Seorang dosen di universitas tersebut, Sayed Ahmad Sayed, mengutuk Harry atas perannya dalam operasi militer Inggris di Afghanistan.
“Kekejaman yang telah dilakukan Pangeran Harry, teman-temannya, atau siapa pun di Helmand atau di manapun di Afghanistan tidak dapat diterima, ini kejam. Tindakan ini akan dikenang oleh sejarah,” kata Sayed pada protes tersebut.
Pasukan NATO dan AS menarik diri dari Afghanistan pada Agustus 2021 setelah 20 tahun berperang, dan menjalankan operasi udara untuk mendukung perjuangan pemerintah Afghanistan yang didukung Barat melawan pemberontakan Taliban. Penarikan pasukan Barat ini menyebabkan Taliban kembali berkuasa di Afghanistan.
Dalam buku memoarnya berjudul Spare, Harry mengatakan, dia membunuh 25 militan Taliban saat bertugas sebagai co-pilot helikopter Apache di Afghanistan pada 2012-2013.
Dia mengatakan, ketika itu di tengah panasnya pertempuran, dia menganggap pejuang musuh sebagai bidak catur. Pernyataan Harry ini menimbulkan kemarahan dari pejabat Taliban, dan kekhawatiran dari para veteran Inggris.
“Kami meminta komunitas internasional untuk mengadili orang ini (Pangeran Harry), dan kami harus mendapatkan kompensasi atas kerugian kami,” kata Mullah Abdullah, yang kehilangan empat anggota keluarganya dalam serangan udara Inggris pada 2011 di rumahnya daerah Nahr-e-Saraj di Helmand.
“Kami kehilangan rumah, nyawa, dan anggota keluarga kami. Kami kehilangan mata pencaharian dan juga orang yang kami cintai,” kata Abdullah, saat mengunjungi makam anggota keluarga yang hilang dalam aksi mogok tersebut.
Direktur media Gubernur Provinsi Helmand di bawah Taliban, Mawlavi Mohammad Qasim, mengatakan, klaim Harry dalam memoarnya mengungkapkan wajah asli dunia Barat. "Ini adalah indikasi yang jelas dari tindakan kejam dan mengerikan mereka," katanya.