Henti Jantung Bisa Serang Anak Muda, Kenali Cara Mencegahnya

Setiap tahun serangan jantung merenggut lebih dari 2.000 nyawa anak dan remaja di AS.

Foto : MgRol_92
Cara mencegah henti jantung yang bisa menyerang anak muda. (ilustrasi)
Rep: Rahma Sulistya Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tumbangnya pemain American Football Buffalo Bills, Damar Hamlin (24 tahun), akibat henti jantung menjadi pengingat serius bagi kita semua terkait kesehatan jantung. Hamlin jatuh pingsan saat pertandingan National Football League (NFL) antara Buffalo Bills vs Cincinnati Bengals pada Senin (2/1/2023). Kondisi henti jantung yang dialami Hamlin terjadi usai bertabrakan dengan lawan selama kuarter pertama pertandingan.

Baca Juga


Hal ini mengingatkan kita bahwa henti jantung bisa terjadi juga pada usia muda. Kejadian tersebut sekaligus membuktikan bahwa orang yang rajin olahraga pun tidak serta-merta "bebas" dari serangan jantung.

Menurut Children's Hospital of Philadelphia, setiap tahunnya, serangan jantung mendadak merenggut lebih dari 2.000 nyawa anak-anak dan remaja di Amerika Serikat (AS). Angka tersebut menyumbang sekitar tiga hingga lima persen dari semua kematian pada anak-anak berusia lima hingga 19 tahun.

“Setiap orang memiliki risiko potensial. Hal yang sama dapat terjadi pada siswa sekolah menengah atau non-atlet yang hanya di rumah,” kata Kepala Divisi Kardiologi di Nemours Children's Health Orlando, Florida, dr Gul H Dadlani, dikutip dari USA Today, Senin (9/1/2023).

Meski terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi, pakar kesehatan mengatakan ada cara untuk mengurangi risiko anak mengalami serangan jantung yang berpotensi fatal. Pertama, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tahunan akan membantu menurunkan risiko henti jantung mendadak. Kedua, evaluasi fisik tahunan adalah cara penting untuk mendeteksi kelainan jantung sebelum menyebabkan henti jantung mendadak. 

Pakar kesehatan merekomendasikan orang tua menjadwalkan pemeriksaan untuk anak mereka setiap tahun, terlepas dari apakah anak-anak berpartisipasi dalam olahraga atau tidak. Sementara sebagian besar negara bagian di Amerika Serikat mewajibkan pemeriksaan fisik sebelum berpartisipasi dalam olahraga siswa.

Dadlani mengatakan, hanya beberapa provinsi yang menggabungkan pemeriksaan dengan elektrokardiogram (umumnya dikenal sebagai ECG atau EKG) yang merekam sinyal listrik jantung. “Skrining EKG tidak mengambil semua bentuk penyakit kardiovaskular. Tapi itu menurunkan risiko serangan jantung mendadak secara signifikan,” kata dia.

EKG dapat mendeteksi gejala yang disebabkan oleh beberapa kondisi jantung paling umum yang menyebabkan henti jantung, di antaranya yakni 

1. Kardiomiopati hipertrofik

Menurut Rumah Sakit Anak CS Mott di University of Michigan Health, ini adalah kondisi yang menyebabkan otot jantung menebal, terkadang menyulitkan darah untuk keluar dari jantung.

2. Kanalopati ion

Kondisi ini terjadi ketika protein abnormal menghantarkan energi listrik di otot jantung. Ini dapat menyebabkan gangguan jantung seperti sindrom Long QT atau sindrom Brugada.

Penyebab umum lain dari henti jantung pada anak-anak adalah kelainan arteri koroner, yang tidak dapat dideteksi melalui EKG. “Sebuah arteri koroner memasok nutrisi dan oksigen ke otot jantung. Beberapa orang dapat dilahirkan dengan kelainan arteri koroner sehingga saat mereka berolahraga, hal itu dapat ditekan dan menyebabkan serangan jantung,” kata dr Dadlani.

Beberapa kondisi jantung umum yang dapat menyebabkan serangan jantung bersifat turun-temurun dan dapat dideteksi melalui pemeriksaan genetik. Pada pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung dalam keluarga, ahli jantung dapat menguji penanda genetik yang dikaitkan dengan gangguan yang dapat menyebabkan serangan jantung.

“Namun, skrining genetik hanya dilakukan jika ada riwayat keluarga atau jika pasien menunjukkan gejala klinis,” kata dr Dadlani.

Menurut American Heart Association, sebagian besar wilayah di AS mewajibkan sekolah untuk melatih siswa dalam CPR sebelum lulus SMA. Namun, para ahli kesehatan mengatakan tidak ada salahnya untuk mengambil kursus non-formal.

“Peluang untuk selamat dari serangan jantung mendadak hanya 10 persen tanpa resusitasi kardiopulmoner atau CPR. Tetapi peluang itu bisa mencapai 60 persen dengan menggunakan kompresi dada yang efektif dan defibrillator eksternal otomatis, atau AED,” kata Dadlani.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler