Kejahatan Seksual Bisa Terjadi di Mana Saja dan Pelakunya Bisa Orang Dekat, Apa Daya Anak?
Ajarkan anak untuk membentengi diri dari risiko kejahatan seksual.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus yang menimpa 21 anak oleh guru mengaji di Kabupaten Batang, Jawa Tengah mengungkap bahwa kejahatan seksual bisa terjadi di mana saja dengan pelaku yang bisa jadi orang dekat dan dihormati. Kasus sodomi tersebut terkuak setelah salah satu korban menceritakan petaka tersebut kepada orang tuanya.
Sementara itu, di pondok pesantren Kabupaten Jember, Jawa Timur, setidaknya lima orang santriwati mengalami kekerasan seksual. Pelakunya diduga ialah pengasuh pondok pesantren.
Psikolog anak Ine Indriani Aditya menjelaskan pelecehan seksual terhadap anak dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Pelakunya dapat berupa orang-orang yang ada di sekitar, termasuk di dalam keluarga maupun di luar rumah.
Pelecehan seksual pada anak dapat berupa prakontak seksual antara anak dengan orang yang lebih besar. Bentuknya beragam, mulai dari melalui kata-kata, sentuhan, gambar visual, dan perilaku eksibisionis.
Di samping itu, pelaku juga dapat melakukan kontak seksual secara langsung antara anak. Inses, perkosaan, dan eksploitasi seksual termasuk di dalamnya.
Bagaimana caranya agar anak bisa terhindar dari perilaku pelecehan atau kejahatan seksual? Berikut tips dari Ine:
1. Ajarkan batasan sentuhan
Ine mengatakan salah satu cara untuk menghindari pelecehan atau kejahatan seksual adalah dengan mengajarkan anak mengenai batasan sentuhan yang boleh diterimanya. Menurut Ine, sentuhan adalah salah satu cara setiap orang untuk berkomunikasi satu sama lain. Namun, dalam sentuhan ada batasan-batasannya.
"Batasan tersebut diperlukan untuk melindungi diri dari manipulasi, penyalahgunaan, atau tindak kekerasan orang lain," ujar Ine kepada Republika.co.id, dikutip Selasa (10/1/2023).
Ajarkan anak mengenai batasan mengenai sentuhan baik dan buruk. Hal ini sangat penting untuk perkembangan fisik dan sosial-emosional anak.
"Penting sekali orang tua mengajarkan batasan melalui pemahaman sentuhan baik dan buruk untuk membantu mencegah terjadinya pelecehan seksual," jelas Ine.
Good touch dan bad touch diartikan sebagai sentuhan yang pantas atau tidak pantas dilayangkan ke anak. Sentuhan pantas atau baik adalah sentuhan yang dirasakan nyaman dan aman. Bahkan, membuat anak merasa disayangi. Contohnya ketika mama dan papa memeluk dan mencium saat akan tidur maupun bangun tidur.
Sementara sentuhan tidak pantas atau buruk adalah sentuhan yang membuat merasa tidak nyaman, merasa kotor, takut, khawatir, bingung, marah, bersalah, dan menimbulkan perasaan negatif lainnya. Sentuhan buruk juga akan membuat anak merasa terluka secara fisik maupun perasaan.
Contohnya ketika seseorang menyentuh bagian tubuh anak sementara dia tidak ingin disentuh pada bagian tersebut. Termasuk ketika orang lain memaksa anak menyentuh bagian tubuhnya. Selain itu, juga termasuk ketika pelaku meminta anak untuk tidak memberitahukan ke orang lain atau bahkan mengancam.
Menurut Ine, mengajarkan tentang sentuhan baik dan buruk, bisa dengan mengajarkan bahwa tubuh anak adalah milik anak sendiri. Oleh karena itu, anak punya hak dan tanggung jawab untuk menjaganya.
2. Kenalkan bagian tubuh anak
Setelah itu, kenalkan bagian-bagian tubuh anak. Hal ini penting agar anak paham tentang tubuhnya sendiri. Untuk anak usia tiga tahun ke atas, bisa diawali melalui nyanyian "Kepala… pundak lutut kaki… lutut kaki". Lalu, kenalkan melalui gambar konkret atau dapat dilakukan dengan menggunakan boneka atau alat peraga.
3. Ajarkan anak berani berkata "tidak" dan berteriak
Jika ada orang dewasa yang berusaha untuk melakukan sentuhan yang tidak pantas, ajarkan anak untuk memberi tahu orang yang dapat dipercaya, seperti orang tua atau guru. Ajarkan anak untuk mengatakan "tidak" atau "jangan" kepada pelaku.
Dorong pelaku sekeras mungkin. Segera berlari menjauh dari pelaku.
"Bisa juga berteriak meminta pertolongan," ujar Ine.
4. Komunikasi
Psikolog Seto Mulyadi mengatakan untuk menghindari kejahatan seksual, salah satu kuncinya adalah meningkatkan komunikasi antara orang tua dan anak. Ayah dan ibu sebaiknya tidak terlalu cuek dan melepas anak mereka dengan ketidakpedulian.
Di sisi lain, hindari pula memberikan tekanan berlebihan. Seto mengingatkan yang harus dilakukan orang tua adalah meningkatkan kualitas komunikasi dengan anak.
Seto menyebut, orang tua bisa memosisikan diri sebagai teman atau sahabat anak-anak. Dengan komunikasi yang baik, anak berani bercerita dan tidak takut untuk melaporkan kejadian yang dialaminya.