Mayoritas Anak Muda 'Main' Medsos 2 Jam Lebih Sehari

Jika tak hati-hati, alih-alih mendapat hal positif, malah akan terimbas hal negatif.

Republika
Sebanyak 78 persen anak muda menghabiskan waktu dua jam lebih untuk berselancar di media sosial (medsos). (ilustrasi)
Rep: Desy Susilawati Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Media sosial saat ini menjadi sumber informasi utama bagi warganet. Berdasarkan data Status Literasi Digital di Indonesia 2021 dari Katadata dan Kominfo, 73 persen warganet Indonesia menjadikan media sosial sebagai rujukan untuk mendapatkan informasi, mengalahkan sumber lainnya seperti televisi, situs berita daring, radio, dan sebagainya. 

Baca Juga


Executive Director ICT Watch, Indriyatno Banyumurti, mengatakan, berbicara soal anak muda, berdasarkan studi yang dilakukan Hipwee pada Gen-Z dalam buku Menatap 2023 menyebutkan bahwa 78 persen anak muda menghabiskan waktunya lebih dari dua jam sehari untuk mengakses media sosial.

"Jadi bisa kita bayangkan bagaimana kebergantungan anak muda saat ini terhadap media sosial. Jika tidak hati-hati, alih-alih mendapatkan hal yang positif, mereka akan terimbas dengan dampak negatif yang dihadirkan oleh media sosial," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (11/1/2023).

Indriyatno mengatakan, ada kecenderungan media sosial ini akan membentuk cara pandang anak muda dalam melihat kehidupan. Ketika anak-anak muda melihat bagaimana di medsos orang tampak kaya, good looking, punya barang mewah, liburan, dan segala bentuk "kebahagiaan" yang kasat mata, mereka akan melihat bahwa kebahagiaan itu bisa didapat dengan cara seperti yang ditampilkan di medsos.

Dia mengatakan, ada hasil penelitan dari stem4 yang bagus yang dikutip dari The Guardian, yang pada intinya bagaimana anak muda menjadi tertekan karena melihat fenomena yang disajikan di media sosial. Menurut dia, mereka tidak lagi percaya diri dengan bentuk fisiknya, dan selalu membandingkan kehidupannya dengan apa yang dia tonton di media sosial, termasuk juga terkait ekonomi. Mereka terdorong menjadi figur yang dilihat di media sosial.

"Akhirnya, jika salah arah, mereka bisa melakukan tindakan kriminal untuk mencapai "cita-cita"nya," kata dia.

Untuk menghindari hal tersebut, Indriyatno menegaskan orang tua harus memiliki peran dalam pengasuhan anak, tidak hanya di dunia nyata, tetapi juga di dunia digital. "Yang harus dibangun paling utama adalah komunikasi yang baik dengan anak," ujarnya.

Orang tua harus bisa menjadi teman ngobrol anaknya, dan si anak bisa mencurahkan segala perasaan hatinya kepada ortu. Dari situ akan tercipta ikatan emosional yang baik antara ortu-anak sehingga anak bisa jauh lebih terbuka.

Terkadang anak belum sadar baik-buruk, juga risiko yang ada di kehidupan baik di dunia nyata maupun digital. Hal inilah yang menjadi peran orang tua untuk mengarahkan dan membimbing si anak.

"Di era seperti sekarang, jika orang tua telat dalam mengambil peran tersebut, maka akan tergantikan dengan media sosial. Anak akan mencari bimbingan di sana, yang terkadang bisa membuat mereka tersesat," ujarnya.

Di sinilah pentingnya orang tua menguasai kemampuan parenting yang baik, termasuk digital parenting. Orang tua harus mau terus belajar untuk menjadi orang tua yang lebih baik dan lebih baik. "Pembelajaran di sekolah akan ada lulusnya, tapi pembelajaran sebagai orang tua baru akan berakhir jika sudah meninggalkan dunia ini," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler