Lula Bersihkan Loyalis Bolsonaro dari Pasukan Keamanan Brasil

Lula berjanji untuk menyingkirkan pendukung presiden sebelumnya Jair Bolsonaro.

AP Photo/Eraldo Peres
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva mengatakan pada Kamis (12/1/2023), anggota pasukan keamanan terlibat dalam kerusuhan akan dibersihkan. Dia berjanji untuk menyingkirkan pendukung presiden sebelumnya Jair Bolsonaro.
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, BRASILIA -- Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva mengatakan pada Kamis (12/1/2023), anggota pasukan keamanan terlibat dalam kerusuhan akan dibersihkan. Dia berjanji menyingkirkan pendukung presiden sebelumnya, Jair Bolsonaro.

"Banyak yang terlibat di kalangan polisi militer. Ada banyak orang dari angkatan bersenjata yang terlibat. Saya yakin pintu istana dibuka untuk orang-orang ini masuk, karena saya tidak melihat pintunya rusak," kata Lula.

Lula kembali menegaskan kritik terhadap tentara karena tidak melakukan apa pun untuk mencegah perkemahan pendukung Bolsonaro yang berusia dua bulan di luar markasnya. Mereka menuntut militer untuk membatalkan hasil pemilihan Oktober.

Ribuan demonstran yang menyerukan kudeta militer untuk menggulingkan Lula dan mengembalikan kekuasaan Bolsonaro menyerbu Mahkamah Agung, Kongres, dan istana kepresidenan pada 8 Januari.

Baca Juga


Pasukan polisi yang bertanggung jawab atas keamanan publik di ibu kota Brasil tidak menghentikan massa yang bergerak maju ke gedung tersebut. Beberapa terlihat di gambar media sosial sedang berswafoto dan mengobrol dengan para demonstran.

Beberapa polisi antihuru hara akhirnya membubarkan massa dengan gas air mata dan menangkap sekitar 1.800 pengunjuk rasa setelah Lula memerintahkan pemerintah federal untuk campur tangan dalam keamanan lokal. Gubernur Brasilia dan sekutu Bolsonaro Ibaneis Rocha termasuk yang pertama disalahkan atas penyimpangan keamanan.

Rocha diskors dari jabatannya oleh Hakim Agung Alexandre de Moraes usai kerusuhan terjadi. Hakim juga memerintahkan penangkapan kepala keamanan dan kepala polisinya.

Menurut seorang saksi Reuters, batalion pasukan yang ditugaskan untuk menjaga istana presiden juga tidak menanggapi sampai perusuh masuk dan menghancurkan istana. Empat staf yang sedang bertugas dari kantor Penasihat Keamanan Nasional (GSI) dengan cepat kewalahan di dalam istana presiden dan kantor mereka digeledah. Mereka menyaksikan pengunjuk rasa menendang pintu yang telah diperkuat menuju kantor Lula tetapi gagal masuk.

Seorang juru bicara kepresidenan mengatakan, komputer diambil dari kantor Penasihat Keamanan Nasional dan hard drive yang berisi informasi rahasia telah hilang. Juru bicara kepresidenan Guto Guterres menyatakan, kotak senjata taser dikosongkan.

Kepala Staf Kepresidenan Rui Costa mengatakan, pemerintah sekarang menghadapi tantangan untuk melakukan "dekontaminasi" pasukan keamanan. Pemerintah akan meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab.

Pejabat pemerintah mengatakan masih belum jelas alasan tentara atau polisi yang bersimpati dengan seruan demonstran untuk kudeta militer akan diidentifikasi atau disingkirkan. Salah satu gagasan yang diajukan para pembantu Lula adalah membatasi perwira militer dan polisi untuk mencalonkan diri dalam pemilihan. Upaya ini bertujuan mencegah politisasi pasukan keamanan

Kongres Brasil semakin banyak diisi  pensiunan dan bahkan perwira aktif yang menggembar-gemborkan kredensial militer atau polisi sebagai bagian dari daya tarik hukum dan ketertiban. "Partisipasi militer dan polisi militer yang berlebihan dalam politik ini semakin mengarah pada kontaminasi ideologis terhadap pasukan," kata Costa.

Salah satu langkah Lula dalam menahan para pejabat parlemen ini dengan memveto bagian dari Rancangan Undang-Undang (RUU) yang disahkan oleh Kongres di bawah Bolsonaro. RUU ini akan menjamin hak petugas polisi untuk ikut serta dalam demonstrasi politik.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler