Menko Airlangga: Persetujuan Bangunan Gedung Jadi Hambatan Investasi
Sebanyak 410 kabupaten kota telah menerbitkan PBG per 16 Januari 2023.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan implementasi kemudahan berusaha terkait bangunan gedung atau persetujuan bangunan gedung (PBG) masih menjadi hambatan investasi di Indonesia.
"Terkait PBG ini tentu ada standardisasi dan jenis retribusinya yang harus ditetapkan oleh daerah," kata Airlangga dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda tahun 2023 yang dipantau secara daring di Jakarta, Selasa (17/1/2023).
Maka dari itu, kata dia, peraturan daerah tentang retribusi dan sistem informasi manajemen mengenai bangunan gedung menjadi hal penting yang perlu segera diselesaikan. Hal ini lantaran adanya target investasi yang cukup besar pada tahun ini, yakni Rp 1.400 triliun.
Selain itu, retribusi daerah juga sudah masuk dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Sehingga seluruh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota diminta untuk segera menyusun perda terkait pajak dan retribusi daerah dalam pengaturan satu peraturan daerah.
Mengingat UU HKPD sudah harus dilaksanakan pada 5 Januari 2024, dibutuhkan pula aksi percepatan oleh pemerintah daerah untuk menyelesaikan peraturan daerah pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD). Agar pemerintah daerah dapat memungut retribusi PBG dan menghindari potensi kehilangan sumber pendapatan asli daerah (PAD).
Saat ini terdapat 105 daerah yang telah menerbitkan peraturan daerah tentang retribusi PBG dan kemajuan layanan PBG melalui Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG). Sebanyak 410 kabupaten kota telah menerbitkan PBG per 16 Januari 2023.
Tak hanya PBG, Airlangga mengungkapkan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR) turut menjadi hambatan investasi saat ini. KKPR diberikan sebagai kesesuaian rencana lokasi kegiatan atau usaha dengan rencana detail tata ruang (RDTR) melalui konfirmasi.
"Untuk RDTR ini tentu perlu dilakukan pembahasan dengan persetujuan dan terkait dengan zonasi," ungkapnya.
Oleh karena itu, ia menilai hal tersebut menjadi perhatian utama. Ia mengharapkan kerja sama dari daerah dalam bentuk peraturan daerah yang memerlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masing-masing.