Menkes Sebut Tingkat Antibodi Covid Masyarakat Indonesia Terus Meningkat
Dengan tingginya antibodi, Indonesia relatif aman dari peningkatan kasus Covid-19.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, antibodi atau kekebalan masyarakat Indonesia terkait virus Covid-19 terus meningkat. Sejak awal Januari 2022, saat itu 87 persen warga Indonesia sudah memiliki daya tahan tubuh di titer antibodi 400-an.
Selang enam bulan, sebanyak 98 persen populasi Indonesia yang memiliki kekebalan melawan Covid-19 di level titer antibodi dua ribuan. Dengan tingginya antibodi tersebut, Indonesia relatif aman dari peningkatan kasus yang pada pertengahan hingga akhir tahun 2022 terjadi di beberapa negara seperti China, Jepang serta negara-negara di benua Eropa dan Amerika.
"Berbeda dengan kejadian di Eropa atau sekarang di Jepang dan China, Jepang sampai 200 ribu per hari, itu karena ada varian XBB dan BQ.1, di Indonesia varian itu masuk, tapi kita bisa lewati," tutur Budi dalam Rakornas Kepala Daerah dan Forkopimda Tahun 2023, yang disiarkan secara daring di YouTube Kemendagri, Selasa (17/1/2023).
Budi menambahkan, dalam waktu dekat Kemenkes RI bersama tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia bakal merilis hasil riset titer antibodi. Ia menjanjikan hasil tersebut dapat diumumkan dalam satu hingga dua pekan ke depan.
"Sekarang lagi jalan hasilnya, mudah-mudahan keluar sekitar 1-2 minggu lagi sehingga kita bisa tahu daya tahan masyarakat kita di level apa, tapi sampai sekarang masih tinggi, buktinya dua kali gelombang kita nggak kenapa-kenapa, di Cina naik, Eropa naik, kita nggak kenapa-kenapa, masyarakat kita kuat," ujar Mantan Wakil Menteri BUMN itu.
Pakar Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global Griffith University Australia Dicky Budiman menyatakan pencabutan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) menjadi momentum meningkatkan perlindungan anak dan lansia dari Covid-19.
"Jangan sampai menimbulkan pengabaian atau rasa tidak aman, karena status pandemi ini belum dicabut. Apa yang disampaikan WHO ini juga menjadi pengingat terhadap pemerintah Indonesia," kata Dicky, Senin (16/1/2023).
Dicky mengingatkan, pencabutan PPKM tidak serta merta dapat membuat semua pihak menjadi abai. Karena, jika diabaikan maka sirkulasi perkembangan virus akan membuat karakternya semakin pintar dan mudah menembus antibodi.
Dikhawatirkan sub varian baru seperti XBB 1.5, dapat menurunkan efikasi vaksinasi COVID-19 yang sedang digencarkan ataupun lebih cepat meruntuhkan kadar anti bodi. Dicky menyoroti pengabaian sangat berbahaya bagi dunia, terutama Indonesia.
Cakupan vaksinasi booster bagi lansia di Indonesia masih sangat sedikit dan belum bisa menciptakan lingkungan yang aman bagi lansia beraktivitas. Sementara pemberian dosis primer pada anak pun, saat ini masih harus terus dikejar karena baru mulai diberikan.
Dicky menambahkan kelompok rawan tersebut, saat ini harus mendapatkan perhatian lebih. Meski angka kematian tidak setinggi varian Delta, ia mencontohkan situasi ICU di Amerika, sebagian Eropa dan negara tetangga di Asia banyak dipenuhi oleh lansia.
"Jadi sekali lagi, saat ini kita tidak membicarakan keparahan atau kematian walaupun semakin menurun dengan modal vaksinasi," kata Dicky.
Dicky mengingatkan baik XBB 1.5 maupun efek long covid, akan sangat berbahaya bagi masyarakat Indonesia. Apalagi jumlah penduduk yang tinggal di Tanah Air sangat besar, sehingga dapat memicu terjadinya potensi penurunan sumber daya manusia.
Kemudian, adanya permasalahan selain Covid-19 yang selama pandemi secara tidak terlihat mengalami penambahan kasus. Misalnya, diabetes dan penyakit jantung.
"Kewaspadaan menjadi penting dan selalu saya ingatkan bahwa dampak dari Covid-19 ini bukan hanya di fase akut tapi juga fase kronis atau jangka menengah," ucapnya.