Menanti Aksi Kedua Jacinda Ardern
Ardern pun mesti menanggung sejumlah ancaman, kultur toksik, dan misogini.
REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON – Jacinda Ardern, Kamis (19/1/2023), menyampaikan pengumuman mengagetkan. Ia memutuskan mundur sebagai perdana menteri Selandia Baru. Ia beralasan tak lagi memiliki tenaga memadai untuk menjalankan tugasnya memutar roda pemerintahan.
Ardern mengaku belum punya rencana untuk masa depannya dan hanya ingin berhimpun dengan keluarganya. "Saya harus akui, saya bisa tidur nyeyak untuk pertama kalinya di sepanjang malam,’’ ujarnya kepada para wartawan, Jumat (20/1/2023).
Saat ini, Ardern masih terbilang muda, baru berusia 42 tahun. Selama menjabat, ia dianggap sukses membawa negerinya melalui pandemi Covid-19. Selama 15 tahun ia berpengalaman sebagai anggota parlemen dan 5,5 tahun menakhodai Selandia Baru.
Maka, berbekal pengalaman ini, para pengamat meyakini bakal ada aksi lanjutan Ardern. Stephen Hoadley, asisten profesor politik dan hubungan internasional di University of Auckland, menyatakan tak bisa membayangkan Ardern bakal berdiam diri saja di rumah.
Ia menilai, Ardern potensial dan memiliki kemampuan. Selain itu, ia mempunyai profil dan bisa diterima publik melakukan semua hal. "Beri dia beberapa pekan untuk rehat dan mengisi kembali energinya. Saya tak bisa bayangkan hingga akhir tahun ia tak melakukan apa-apa dan meniti karier baru.’’
Hoadley mencontohkan sosok mantan perdana menteri Helen Clark, setelah menjabat di pemerintahan kemudian bergabung dengan PBB. Clark membidangi program pembangunan. Ardern, dia menyebut, bisa beraktivitas di PBB juga, lembaga amal atau lembaga lainnya.
"Banyak kemungkinannya. Profilnya sangat tinggi sehingga dia bisa saja menduduki jabatan apa saja,’’ kata Hoadley.
Menteri Perubahan Iklim Selandia Baru James Shaw, yang pertama kali bersua Ardern pada 2007 mengaku kaget atas keputusan Ardern, tetapi juga bisa memahaminya ketika Ardern mengatakan kepada dirinya akan mengundurkan diri.
Di tengah program legislatif yang sibuk, kata Shaw, Ardern mesti menjaga jalannya pemerintahan melalui sejumlah krisis. Termasuk penembakan massal di dua masjid di Christchurch yang menyebabkan 55 orang meninggal dunia.
Selain itu, letusan gunung berapi yang menelan korban 22 jiwa dan pandemi Covid-19. Shaw menambahkan, Ardern pun mesti menanggung sejumlah ancaman, kultur toksik dan misogini secara daring yang kian buruk beberapa tahun terakhir.
"Saya berharap, dia bisa menikmati waktu saat ini di pantai dengan keluarganya, tanpa terganggu apa pun," kata Shaw. Ia juga percaya ketika Ardern mengatakan belum memiliki rencana untuk masa depannya.
"Saya pikir, dia bisa melalukan apa pun yang disuka. Dia orang yang selalu berorientasi pada publik. Maka saya bisa bayangkan, apa pun yang dia lakukan nanti, pasti terkait kepentingan publik,’’ kata Shaw.