Pakar: Pembakaran Alquran Bukan Kebebasan Berbicara

Kebebasan berbicara digunakan sebagai dalih kelompok rasis untuk menyerang muslim

EPA-EFE/SEDAT SUNA
Para pengunjuk rasa mencoba membakar foto politikus sayap kanan Swedia-Denmark Rasmus Paludan di depan Konsulat Jenderal Swedia selama protes di Istanbul, Turki, 22 Januari 2023. Politikus sayap kanan Swedia-Denmark Rasmus Paludan diizinkan menggelar demonstrasi dan membakar mushaf Alquran di depan kedutaan Turki di Stockholm pada 21 Januari 2023.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Seorang pakar terkemuka Swedia, Masoud Kamali, mengatakan, mengizinkan pembakaran Alquran bukan kebebasan berbicara, melainkan pesan politik dan rasisme yang ditujukan kepada umat Islam. Kamali, yang ditunjuk untuk menyelidiki masalah integrasi, diskriminasi struktural, dan kekuasaan di Swedia, mengatakan, saat ini kebebasan berbicara secara eksplisit digunakan sebagai dalih oleh politisi dan kelompok rasis untuk memungkinkan mereka menyerang imigran dan Muslim.

"Ini hanyalah permainan politik yang mereka mainkan," ujar Kamali kepada Anadolu Agency, Senin (23/1/2023).

Kamali mengatakan, pemerintah Swedia saat ini bergantung pada dukungan dari sayap kanan Demokrat Swedia. Partai populis pernah dilarang secara politik karena hubungannya dengan neo-Nazi. Tetapi sekarang mereka adalah partai terbesar kedua di negara Nordik dan bagian dari blok sayap kanan yang berkuasa.

"Oleh karena itu, setiap penolakan terhadap tindakan kelompok rasis dapat menyebabkan sayap kanan mundur dari blok tersebut, yang pada gilirannya dapat menyebabkan keruntuhan pemerintah dan krisis politik," kata Kamali.

Demokrat Swedia bukan satu-satunya partai rasis dalam pemerintahan karena ada kelompok rasis yang sangat kuat antara lain Partai Moderat, Partai Liberal, dan Partai Demokrat Kristen. "(Oleh karena itu) saya tidak terkejut bahwa menteri luar negeri tidak akan melakukan apa pun untuk mencegah pembakaran Alquran ini," kata Kamali.

Pemimpin partai politik sayap kanan Denmark Stram Kurs, Rasmus Paludan mendapatkan izin dari polisi untuk membakar Alquran di Ibu Kota Swedia, Stockholm, pada Sabtu (21/1/2023). Dia secara verbal menyerang Islam dan imigrasi di Swedia.

"Jika menurut Anda seharusnya tidak ada kebebasan berekspresi, Anda harus tinggal di tempat lain," ujar Paludan.

Lebih dari setahun yang lalu, Paludan memulai aksi pembakaran Alquran di Swedia selama bulan suci Ramadhan. Tindakan tercela ini memicu kerusuhan besar di negara itu. Banyak orang turun ke jalan untuk memprotes keputusan otoritas Swedia yang mengizinkan kelompok sayap kanan untuk membakar salinan Alquran.

Polisi Swedia pada saat itu mengatakan mereka tidak akan lagi mengizinkan pembakaran Alquran, karena biaya sosial yang ditanggung terlalu besar. Tetapi kali ini Paludan diizinkan untuk melakukan aksinya di depan Kedutaan Turki.

Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom menyatakan keprihatinannya atas tindakan politisi sayap kanan itu. Menurutnya, tindakan tersebut akan  mempertaruhkan ratifikasi Turki atas tawaran Swedia menjadi anggota NATO.

"Sangat tidak pantasuntuk menghentikan seseorang melakukan demonstrasi," ujar Billstrom, dilaporla  surat kabar lokal Expressen.

Menanggapi izin Swedia, Turki telah memanggil Duta Sesar Swedia Staffan Herrstrom. Turki juga telah membatalkan kunjungan Menteri Pertahanan Swedia Pal Jonson ke Ankara.


Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler