Pelaku Pembakar Alquran Desak Kepolisian Swedia Bebaskan Rekannya yang Ditahan
Rasmus Paludan mengantongi izin dari polisi untuk melakukan aksi pembakaran Alquran.
REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Pemimpin partai sayap kanan Denmark Stram Kurs (Garis Keras), Rasmus Paludan, dilaporkan mendesak pasukan keamanan Swedia melepaskan seorang anggota partainya yang ditahan. Wartawan foto Orhan Karan mengatakan, seorang rekan Paludan tiba-tiba mendekatinya dengan sikap agresif dan memulai caci maki sebelum mengancam akan menyerangnya.
"Kemudian dia melakukan serangan fisik. Polisi di tempat kejadian telah menahannya. Polisi memberi tahu saya, mereka telah memindahkan (rekan Paludan yang ditahan) dari daerah tersebut," kata Karan, dilaporkan Anadolu Agency, Selasa (24/1/2023).
Karan menambahkan, tak lama setelah penangkapan tersebut Paludan tiba di lokasi pembakaran Alquran. Namun, Paludan menolak keluar dari kendaraanya kecuali rekannya dibebaskan polisi.
Dalam kondisi normal, tahanan dibawa ke kendaraan polisi dan dilanjutkan dengan interogasi di kantor polisi. Namun polisi justru tunduk pada permintaan Paludan. Rekan Paludan yang ditangkap dibebaskan dan dibolehkan ikut berpartisipasi dalam aksi pembakaran Alquran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm. Paludan diketahui mengantongi izin dari polisi Swedia untuk melakukan aksi pembakaran Alquran.
“Polisi telah tunduk pada permintaan Paludan dan membawa orang itu kembali ke lokasi demonstrasi. Artinya (polisi) membiarkan seseorang yang terlibat dalam tindak pidana dan tindakan kekerasan," kata Karan.
Karan menambahkan, orang yang ditahan itu ditugaskan untuk menyiarkan aksi Paludan secara langsung di media sosial. Karan akan mengajukan tuntutan hukum terhadap petugas yang membebaskan rekan Paludan.
Karan mengatakan, polisi telah meminta maaf kepadanya setelah membebaskan rekan Paludan. Polisi mengatakan, Paludan mendapatkan perlindungan hukum.
Turki mengutuk aksi pembakaran Alquran dan izin yang diberikan oleh Pemerintah Swedia kepada Paludan. Turki menyebut aksi itu sebagai tindakan provokatif dari kejahatan kebencian.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memperingatkan Swedia agar tidak mengharapkan dukungannya untuk menjadi anggota NATO. Pengajuan aplikasi Swedia dan Finlandia untuk bergabung dengan aliansi NATO membutuhkan persetujuan dari semua anggota, termasuk Turki.
Sejauh ini hanya Turki dan Hongaria yang belum memberikan persetujuan tersebut. Turki mengatakan, sebelum menjadi anggota NATO, Swedia perlu menindak militan Kurdi dan simpatisan mereka.