Netanyahu Akan Permudah Warga Israel Mendapatkan Senjata Api
Netanyahu berjanji untuk mempercepat izin senjata bagi warga Israel.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel mengumumkan rencana untuk memudahkan warga Israel mendapatkan senjata api dan meningkatkan pasukan militer di tengah meningkatnya kekerasan di wilayah pendudukan Palestina. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan langkah tersebut pada Sabtu (28/1/2023) malam setelah mengadakan rapat kabinet terkait penembakan di luar sinagoga di Yerusalem Timur pada Jumat (27/1/2023) yang menewaskan tujuh orang.
"Kami mengerahkan pasukan, meningkatkan pasukan, dan kami melakukannya di arena yang berbeda," kata Netanyahu pada Sabtu (28/1/2023) dilaporkan Aljazirah.
Netanyahu berjanji untuk mempercepat izin senjata bagi warga Israel dan meningkatkan upaya untuk mengumpulkan 'senjata ilegal'. Netanyahu menambahkan, rumah para tersangka penyerang akan disegel sebelum dihancurkan.
"Ini adalah akibat dari mereka yang mendukung terorisme," kata Netanyahu
Kantor Netanyahu mengatakan tunjangan jaminan sosial untuk keluarga penyerang juga akan dibatalkan. Selain itu, mereka menjanjikan langkah-langkah baru untuk "memperkuat" permukiman ilegal Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat.
Seorang juru bicara militer Israel mengatakan, satu batalion tambahan telah dikirim ke Tepi Barat yang diduduki untuk penguatan. Analis di Israel mengatakan Netanyahu berada di bawah tekanan dari kabinetnya termasuk Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir, yang merupakan politisi sayap kanan.
Ben-Gvir telah mendorong lebih banyak izin senjata. Dia juga akan mendorong hukuman mati terhadap "teroris". Ben-Gvir mengatakan, langkah-langkah baru keamanan itu "penting". Tetapi dia menginginkan "lebih banyak tindakan lagi".
"Itamar Ben-Gvir memiliki reputasi sebagai pemadam kebakaran dan sekarang Netanyahu memberinya satu wadah penuh minyak," kata Akiva Eldar, kontributor surat kabar harian Israel Haaretz.
"Saya khawatir tangan Netanyahu terikat. Di antara dua kejahatan, dia harus memutuskan sisi mana yang dia ambil, dan saya khawatir tidak ada orang dewasa yang bertanggung jawab di kabinetnya yang dapat menghentikannya," kata Eldar kepada Aljazirah.
Editor Diplomatik Aljazirah, James Bays, mengatakan, rencana Netanyahu untuk menyetujui lebih banyak izin senjata bagi warga Israel muncul karena polisi Israel mendorong warga yang memiliki izin untuk membawa senjata mereka. "Sementara Netanyahu mendesak orang Israel untuk tidak main hakim sendiri, dia juga menempatkan lebih banyak senjata ke tangan yang sama," ujarnya.
Bays menggambarkan tindakan terhadap keluarga Palestina sebagai hukuman kolektif. "Ini jelas pelanggaran HAM," katanya.
Analis politik senior Aljazirah, Marwan Bishara, mengatakan, mempersenjatai warga sipil di Israel dapat semakin meningkatkan kekerasan. "Lebih banyak kekerasan dan lebih banyak penderitaan akan terjadi di tangan (kelompok) paling ekstrim di Israel dan berpotensi di Palestina," ujarnya.
Penembakan pada Jumat terjadi di tengah konfrontasi yang berkembang dan mengikuti serangan Israel di Kota Jenin, Tepi Barat. Serangan ini menewaskan sembilan warga Palestina dan baku tembak dengan pasukan Israel. Secara keseluruhan, pasukan Israel telah membunuh 32 warga Palestina bulan ini.
Basem Naim dari kelompok militan Hamas, mengatakan, mereka siap menanggapi serangan Israel lebih lanjut. Dia mengatakan, Hamas berkomitmen untuk membela rakyat dan keluarganya, termasuk Yerusalem dan kompleks Masjid Al Aqsa.
"Kami tidak merencanakan atau memulai eskalasi atau kampanye kekerasan apa pun. Kami juga siap, pada saat yang sama, untuk menanggapi (serangan) seperti biasa," kata Naim.
Naim mengatakan, Hamas akan mengupayakan kebebasan rakyat Palestina dengan segala cara yang tersedia, termasuk cara diplomatik, politik dan bersenjata. Kepemimpinan Palestina di Tepi Barat juga mendukung keputusan untuk menghentikan koordinasi keamanan dengan Israel. Langkah ini sebagai tanggapan terhadap serangan mematikan di Jenin.
Otoritas Palestina meminta masyarakat internasional dan Amerika Serikat (AS) untuk memaksa Israel menghentikan serangannya di Tepi Barat. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dijadwalkan mengunjungi Yerusalem dan Ramallah pada Senin (30/1/2023) dan Selasa (31/1/2023).
Puluhan ribu pengunjuk rasa berkumpul di Kota Tel Aviv untuk memprotes rencana reformasi peradilan oleh pemerintah. Netanyahu berencana untuk merombak sistem peradilan negara dan melemahkan Mahkamah Agung Israel. Dalam aksi tersebut, para pengunjuk rasa juga mengheningkan cipta untuk mengenang para korban penembakan Yerusalem.