PM Prancis: Kenaikan Usia Pensiun tidak Bisa Dinegosiasikan
Menaikkan usia pensiun adalah salah satu bagian dari RUU pensiun yang baru.
REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Perdana Menteri (PM) Prancis Elisabeth Borne bersikeras bahwa rencana pemerintah untuk menaikkan usia pensiun dari 62 menjadi 64 tahun tidak lagi dapat dinegosiasikan. Pernyataan ini semakin membuat marah lawan parlemen dan serikat pekerja yang merencanakan protes massal dan pemogokan.
Dalam sebuah wawancara dengan siaran radio France-Info pada Ahad (29/1/2023), Borne mengatakan penetapan usia tidak lagi bisa dinegosiasikan. Pensiun pada usia 64 tahun dan perpanjangan jumlah tahun yang dibutuhkan untuk mendapatkan pensiun penuh adalah kompromi yang diusulkan pemerintah setelah mendengar organisasi pengusaha dan serikat pekerja.
Pemerintah mengatakan, reformasi diperlukan untuk menjaga agar sistem pensiun tetap cair karena harapan hidup Prancis meningkat dan tingkat kelahiran menurun. “Tujuan kami adalah memastikan bahwa pada tahun 2030 kami memiliki sistem yang seimbang secara finansial,” kata Borne.
Menaikkan usia pensiun adalah salah satu bagian dari Rancangan Undang-Undang (RUU) yang merupakan ukuran utama dari masa jabatan kedua Presiden Emmanuel Macron. RUU tersebut menghadapi perlawanan yang meluas dengan lebih dari sejuta orang berbaris menentangnya awal bulan ini.
Sebuah petisi daring yang dipimpin oleh serikat pekerja menentang rencana pensiun melihat lonjakan tanda tangan baru setelah komentar Borne. Sebanyak delapan serikat terkemuka Prancis sedang berdiskusi tentang tanggapan bersama atas pada Ahad.
Anggota parlemen Manuel Bompard menyerukan warga untuk pemogokan dan protes yang akan datang. "Kami harus turun ke jalan hari Selasa," katanya di televisi BFM.
Serikat pekerja dan partai sayap kiri menginginkan perusahaan besar atau rumah tangga yang lebih kaya untuk ikut campur lebih banyak dalam menyeimbangkan anggaran pensiun. Kritikus rencana tersebut mengatakan bahwa perempuan menjadi sasaran yang tidak adil.
RUU itu masuk ke komisi parlemen pada Senin (30/1/2023) dan ke debat penuh di Majelis Nasional pada 6 Februari. Para penentang telah mengajukan 7.000 usulan amandemen yang akan semakin memperumit perdebatan.