PKS: Perjanjian Antara Prabowo dan Anies Hanya Berlaku untuk Pilpres 2019
PKS menilai perjanjian itu sudah tidak berlaku dan tak perlu diungkit-ungkit lagi.
REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Sekretaris I Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD DKI Jakarta M Taufik Zoelkifli menyampaikan, perjanjian tertulis antara Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Sandiaga Uno mengenai Anies yang tidak maju di pilpres jika Prabowo juga mencalonkan diri hanya berlaku pada Pilpres 2019. Hal itu disampaikan menanggapi pernyataan Sandiaga Uno yang menyebut bahwa ada perjanjian yang dibuat sebelum Pilkada DKI Jakarta 2017 dan masih berlaku hingga saat ini.
"Yang saya pahami itu kan waktu Pilpres 2019 ketika Prabowo jadi calon Presiden. Waktu 2017 kan Anies jadi Gubernur, kemudian kan maksud maju itu kan maju untuk jadi calon Presiden pada 2019," kata Taufik kepada Republika, Rabu (1/2/2023).
Dia mengatakan, Anies dinilai sudah cukup sukses menjadi Gubernur DKI Jakarta dan akan fokus menjadi DKI 1 selama masa jabatan dari 2017-2022. Perjanjian itu justru dianggap seperti deja vu atas momen mantan Gubernur DKI Jakarta periode 2012-2014 atau yang sekarang menjadi Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).
"Itu kan mengulang waktu Jokowi, pada 2014 kan beliau naik menjadi Presiden walaupun masa bakti sebagai Gubernur DKI Jakarta belum selesai," ungkapnya.
Taufik menegaskan, perjanjian tertulis tersebut tidak lagi berlaku dan tidak perlu diungkit-ungkit kembali. Kalaupun benar, tinggal tunjukkan saja kepada publik mengenai kebenarannya yang disebut masih berlaku. "Ya artinya perjanjian itu tidak mengikat lagi dong (untuk Pilpres 2024), itu khusus 2019," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Pembina DPP Partai Gerindra, Sandiaga Salahuddin Uno menyebut, ada perjanjian tertulis antara Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno sebelum Pilkada DKI Jakarta 2017, dan masih berlaku sampai saat ini.
"Seingat saya memang pernah ada perjanjian itu, itu bisa jadi batu pijakan dan jadi diskusi yang baik karena diskusi-diskusi itu bisa menganalisa bagaimana pembentukan koalisi dan kesepakatan-kesepakatan seperti apa yang dituangkan dalam sebuah perjanjian," kata Sandiaga di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Pusat, Senin (30/1/2023).
Sebelumnya dalam wawancara kanal YouTube politikus Partai Nasdem, Akbar Faizal, Sandiaga Uno mengungkap perjanjian politik antara Ketua Umum Prabowo Subianto dengan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan sebelum Pilkada DKI 2017.
Awalnya, Akbar Faizal bertanya soal potongan video pernyataan Anies yang mengaku tak akan maju di pilpres jika Prabowo juga mencalonkan diri. Alasan yang disampaikan Sandiaga adalah karena ada perjanjian politik antara Prabowo dan Anies Baswedan.
"Bentuk fisik-nya sendiri tentunya perjanjiannya ditandatangani tiga pihak (yaitu) saya, Pak Prabowo dan Pak Anies, dan saat itu yang ngedraf dan ditulis tangan sendiri oleh Pak Fadli Zon dan setahu saya sekarang juga dipegang oleh Pak Dasco, jadi nanti mungkin Pak Dasco atau Pak Fadli yang mungkin bisa memberikan keterangan karena itu juga menyangkut sisi Pak Prabowo dan Pak Anies," jelas Sandiaga.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburokhman mengaku tak tertarik dengan isi perjanjian tersebut. "Kami tidak tertarik lah isi perjanjian, itu tidak penting bagi kami lah. Yang paling penting bagaimana Pak Prabowo bisa maju dan menang di 2024," ujar Habiburokhman, Selasa (31/1/2023).
Jikalau benar ada perjanjian tersebut, ia meyakini bahwa perjanjian tersebut hadir secara lisan saja. Bukan perjanjian yang mengikat secara hukum.
"Lebih mengingat secara moral dan kalau mau dipatuhi ya monggo, kalau tidak mau dipatuhi ya siapa yang mempermasalahkan," ujar anggota Komisi III DPR itu.