Optimalisasi Proyek Air Bersih, Strategi Besar Danareksa Jadi Holding Terbaik
Pemerintah menargetkan 100 persen rumah tangga terakses air minum layak pada 2024.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Implementasi Indonesia Water Fund (IWF) menjadi salah satu strategi besar PT Danareksa (Persero) (Danareksa) pada 2023 untuk memperkuat posisinya sebagai Holding Spesialis Transformasi. Ada 31 proyek air bersih yang akan digarap dengan dana sebesar Rp 45 triliun melalui IWF dan sebanyak Rp 15 triliun akan dikelola untuk mendanai proyek-proyek air bersih pada tahun ini.
Direktur Investasi Danareksa, Chris Soemijantoro mengatakan, untuk semakin memperkuat posisi Danareksa sebagai Holding Spesialis Transformasi, tahun ini Danareksa akan melakukan investasi selektif dengan fokus utama peningkatan sinergi grup Danareksa dan optimalisasi financial return. "Salah satunya melalui implementasi Indonesia Water Fund (IWF), selain pelaksanaan investasi langsung lainnya," ujar Chris kepada Republika, Kamis (2/2/23).
Untuk tahun ini, Danareksa telah mengumpulkan dana sebesar 1 miliar dolar AS atau setara Rp 15 triliun untuk mengerjakan tiga proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). "Saat ini yang sudah masuk pipeline kami terdapat tiga proyek yang terdiri dari satu greenfield (proyek baru) dan dua brownfield (sudah berjalan)," ungkap Chris.
Program IWF dilakukan dengan kekuatan sinergi Holding BUMN Danareksa, yakni Perum Jasa Tirta I, dan Perum Jasa Tirta II yang telah berpengalaman selama puluhan tahun di bidang pengelolaan air, PT Nindya Karya yang memiliki rekam jejak dan tim profesional di bidang konstruksi dan infrastruktur, serta PT Indra Karya sebagai konsultan konstruksi yang sangat berpengalaman di bidang air bersih.
"Jadi untuk setiap pengerjaan proyek SPAM baru maupun SPAM existing melalui IWF sudah melalui pengecekan oleh tim kami secara ketat dengan teknologi tinggi, bahkan sejak awal proyek dijalankan," kata Chris.
Dalam pengerjaannya, pihaknya tidak hanya meningkatkan kapasitas produksi air, tapi juga akan menerapkan teknologi terbaru agar pelaksanaannya dapat terdigitalisasi. Melalui IWF, pihaknya akan menghadirkan 10 juta sambungan rumah (SR) dan harapannya akses air perpipaan mampu menjangkau lebih banyak masyarakat Indonesia.
Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto menilai, proyek yang dipimpin oleh Danareksa ini akan berhasil mengumpulkan dana global sebagai salah satu alternatif solusi backlog kebutuhan sarana air minum. "Beberapa contoh proyek air minum seperti SPAM Umbulan menunjukan kerja sama dengan mitra global lewat skema public private partnership (PPP) juga bisa berjalan dengan lancar. Danareksa sebagai perusahaan pengelola investasi, mestinya cukup berpengalaman dalam mengelola proyek semacam ini, sehingga bisa menarik minat investor global," tutur Toto kepada Republika.
Selain itu, anak-anak perusahaan Danareksa yang tergabung dalam program IWF ini juga dinilai sangat mumpuni untuk mengerjakan proyek air bersih. Proyek ini tentunya diharapkan dapat mulai berjalan dengan lancar pada tahun ini.
IWF dan Problematika Air Bersih di Indonesia
Seperti diketahui, akses serta kualitas air bersih merupakan salah satu poin tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) pada 2030. Selain karena kebutuhan yang meningkat, kualitas air yang buruk menjadi penyebab penyebaran penyakit di berbagai negara.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase rumah tangga yang memiliki akses air minum layak sebesar 90,78 persen pada 2021, naik sedikit dari capaian tahun sebelumnya sebesar 90,21 persen. Dari jumlah tersebut, baru sekitar 12 persen rumah tangga yang memiliki akses air minum aman, serta 19 persen rumah tangga memiliki akses air minum perpipaan.
DKI Jakarta merupakan provinsi dengan rumah tangga terlayani akses air minum layak tertinggi nasional, yakni mencapai 99,86 persen. Diikuti Bali sebesar 97,56 persen, serta Daerah Istimewa Yogyakarta 95,69 persen. Sedangkan di Papua, baru 64,93 persen rumah tangga yang terlayani akses air minum layak pada 2021, terendah secara nasional. Provinsi lainnya yang terendah secara nasional yakni Bengkulu sebesar 67,39 persen, serta Kepulauan Bangka Belitung 73,4 persen.
Padahal, pemerintah menargetkan 100 persen rumah tangga memiliki akses air minum layak pada 2024. Tentunya dengan target yang ambisius tersebut, pemerintah harus memaksimalkan upayanya untuk dapat mencapai target tersebut dalam dua tahun ini.
Merujuk data Danareksa Research Institute, pasokan dan permintaan yang tidak seimbang serta sanitasi air yang buruk menambah permasalahan air di Indonesia. Ketersediaan air tawar melimpah di Sumatra, Kalimantan, dan Papua yang kepadatan penduduknya rendah, tapi ketersediaan air tawar tergolong rendah di daerah padat penduduk seperti Jawa. Water stress cukup tinggi di Jawa, di mana mencakup lebih dari 50 persen populasi Indonesia. Di sisi lain pasokan air hanya mencakup empat persen dari total pasokan nasional.
Selain itu terdapat ketimpangan harga air bersih, seperti di Sumatra Utara yang mencapai Rp 62.500, di Jakarta Rp 87 ribu, bahkan hingga Rp 140 ribu dana yang dikeluarkan masyarakat NTT untuk membeli air bersih.
Sementara itu, realisasi investasi/ pembiayaan sektor air dan sanitasi di Indonesia belum memenuhi kebutuhan. Sumber pembiayaan sektor air dan sanitasi di Indonesia sebagian besar bersumber dari pajak (37 persen) dan pinjaman lembaga keuangan (35 persen). Danareksa Research Institute mencatat, kebutuhan investasi sektor pengairan dan sanitasi di Indonesia mencapai Rp 55,5 triliun. Sedangkan realisasi pembiayaan hanya Rp 12,1 triliun.
Menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, jika hal ini tidak segera diatasi, kurangnya akses air bersih ini dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi negara. "IWF merupakan upaya untuk memaksimalkan produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Karena pasokan air yang tidak cukup akan berpotensi mengurangi PDB Indonesia sebesar 2,5 persen pada 2045," ujar Erick Thohir saat peluncuran Indonesia Water Fund di Bali, Oktober 2022 lalu.
Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo menambahkan, proyek pembangunan air bersih memerlukan dana sekitar Rp 190 triliun, sedangkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hanya mengalokasikan dana sekitar Rp 60 triliun. "Jadi Indonesia Water Fund merupakan solusi dari pendanaan proyek pembangunan air bersih yang tidak semuanya bisa didanai oleh APBN," kata Tiko, sapaan akrabnya.
IWF fokus pada tiga pilar yang menawarkan pendekatan investasi dengan manfaat berkelanjutan dan menghadirkan akses yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Program ini dapat dijalankan sesuai dengan model investasi yang sesuai dengan profil investor dengan skema yang mudah direplikasi di seluruh Indonesia.
Pada tahap awal, program ini telah mendapatkan investor strategis dengan nilai investasi sebesar Rp 15 triliun untuk menyediakan akses air bersih bagi 40 juta penduduk Indonesia.
"Kami harap IWF dapat menyelesaikan masalah besar terkait air bersih, menutup gap kebutuhan sambungan rumah di Indonesia yang turut berkontribusi pada kesehatan dan kesejahteraan masyarakat," ujar Tiko.
Kinerja Holding Danareksa
Meski tergolong masih muda, holding Danareksa telah menunjukkan kinerja terbaiknya. Sejak diluncurkan pada Juli 2022 lalu, Danareksa terus berupaya menunjukkan performanya menjadi holding transformasi terbaik di Indonesia. Tidak hanya melalui program IWF yang telah mengantongi dana investasi proyek air bersih senilai Rp 15 triliun, kinerja sektor lain pun melesat.
Berdasarkan laporan keuangan un-audited per Desember 2022, total laba bersih konsolidasi Holding Danareksa adalah Rp 808 miliar, dengan kontribusi terbesar dari Subklaster Kawasan Industri. Tidak hanya itu, holding ini juga meraih penghargaan "Best BUMN 2022 with Top Financial Performance and Strategic Initiatives to Build Reliable Financial Services" untuk sektor jasa keuangan.
"Untuk pencapaian subklaster jasa keuangan, total aset pada 2022 tumbuh sebesar 120 persen dibandingkan 2021. Sedangkan total laba bersih pada 2022 mengalami kenaikan 145 persen dibandingkan pada 2021," ungkap Direktur Investasi Danareksa Chris Soemijantoro kepada Republika.
Ia menegaskan, pada tahun ini Danareksa akan terus melanjutkan tugasnya untuk revitalisasi anggota holding atau BUMN yang kurang signifikan, menjadi perusahaan yang lebih besar dengan menggali setiap potensi yang ada. "Dengan beragamnya industri yang berada dalam naungan Holding Danareksa, memberikan begitu banyak opsi untuk melakukan transformasi bisnis, sehingga memaksimalkan value creation dalam ekosistem Danareksa. Sebagai contoh adalah program Indonesia Water Fund (IWF)," tutur Chris.
Proses revitalisasi dan scale up business di Danareksa dilakukan dengan percepatan transformasi bisnis serta penguatan sinergi, yang memiliki tujuan utama berupa peningkatan kinerja dan keuangan. Ini diharapkan dapat menghasilkan BUMN yang signifikan yang akan berkontribusi positif secara signifikan kepada negara.
Menteri BUMN Erick Thohir pun optimistis keberadaan holding Danareksa dapat 'menyembuhkan' korporasi BUMN yang merah. Ia pun menantikan berbagai langkah terobosan Danareksa agar anggota-anggotanya menjadi korporasi yang sehat dan memberikan pelayanan maksimal bagi masyarakat.
"Insya Allah, kami dari Kementerian BUMN mendukung penuh Danareksa menjadi holding transformasi terbaik di Indonesia, bahkan di dunia," kata Erick beberapa waktu lalu.