Catat 71 Emiten Baru, OJK Optimistis Ekonomi Nasional Membaik
Jumlah emiten baru pada tahun lalu merupakan yang terbesar sepanjang sejarah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) optimistis terhadap prospek perekonomian nasional. Itu karena tercermin dari perkembangan pasar modal yang mencatatkan penambahan 71 emiten tahun lalu, tertinggi sepanjang sejarah.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyebutkan, kredit perbankan dan piutang pembiayaan pun tumbuh 11,4 persen dan 14,2 persen pada 2022. Angka itu lebih tinggi dari rata-rata lima tahun sebelum pandemi yang sebesar 8,9 persen dan 4,4 persen.
"Optimisme tersebut juga terus berlanjut. Tercermin dengan besarnya investasi nonresiden pada SBN (Surat Berharga Negara) pada Januari 2023 yang mencatatkan pembelian netto sebesar Rp 49,7 triliun," tutur dia pada Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan yang dipantau secara virtual, Senin (6/2/2023).
Ia menambahkan, premi asuransi umum dan reasuransi tumbuh sebesar 13,9 persen mencapai Rp 119 triliun. Hanya saja, premi asuransi jiwa tahun lalu mengalami kontraksi sebesar 7,8 persen.
Kondisi ini, kata dia, menunjukkan mutlaknya penyelesaian berbagai masalah sejumlah perusahaan asuransi jiwa dalam waktu dekat. "Stabilitas sektor keuangan tetap terjaga dan semakin kondusif. Hal tersebut adalah buah hasil sinergi sangat kuat antara Kemenkeu, Bank Indonesia, OJK dan LPS dalam KSSK maupun masing-masing," tuturnya.
Ke depan, menurutnya ruang pertumbuhan Lembaga Jasa Keuangan (LJK) masih terbuka lebar. Mengingat terjaganya profil risiko yang didukung kecukupan likuiditas dan permodalan, tercermin dari rasio NPL gross perbankan 2,4 persen dan rasio NPF Perusahaan Pembiayaan 2,3 persen.
Lalu likuiditas industri perbankan pada 2022 dalam level memadai. Nilai AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 137,7 persen dan 31,2 persen, jauh di atas ambang batas sebesar 50 persen dan 10 persen.
"Tingginya permodalan LJK juga memberikan bantalan menyerap risiko dan menunjang kebutuhan penyaluran pembiayaan. CAR perbankan 25,6 persen, sedangkan RBC industri asuransi umum dan asuransi jiwa 327 persen dan 484,2 persen, kemudian gearing ratio perusahaan pembiayaan 2,1 kali," jelas Mahendra.