BI: Sektor Keuangan Syariah Fokus Inovasi dan Instrumen Pasar Keuangan
Inovasi dilakukan untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan kebijakan di sektor keuangan syariah pada 2023 akan berfokus pada pengembangan inovasi kebijakan dan instrumen pasar keuangan. Ini dilakukan dalam rangka mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia.
"Kebijakan di sektor keuangan syariah akan fokus pada pengembangan inovasi kebijakan dan instrumen pasar keuangan sebagai alternatif skema pembiayaan serta pendanaan syariah serta untuk mengintegrasikan keuangan komersial dan sosial syariah," kata Juda dalam Forum Sharia Economic and Financial Outlook (Shefo) 2023 yang diikuti virtual di Jakarta, Senin (6/2/2023).
Juda menuturkan beberapa inisiatif yang perlu dilakukan bersama-sama antara lain pengembangan blended finance seperti integrasi keuangan komersial dan sosial syariah, termasuk juga tindak lanjut Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang memberikan penguatan kepada perbankan syariah untuk bisa mengelola investment account.
"Jadi bukan saja kita menabung ke perbankan syariah tetapi kita bisa berinvestasi langsung kepada proyek-proyek yang dibiayai di mana bank berfungsi sebagai mediator, tentu saja ada profit and loss di sana yang investor juga harus aware terhadap hal itu," ujarnya.
Menurut dia, UU P2SK bisa menjadi suatu momentum bagi Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan untuk mendorong keuangan syariah menjadi lebih dinamis.
"Di UU P2SK juga perbankan syariah berfungsi sebagai nazir di dalam wakaf, bisa berfungsi sebagai nazir secara langsung. Ini tentu saja harus dioptimalkan oleh perbankan syariah dan perlu dirumuskan governance yang tetap agar fungsi nazir ini bisa berjalan dengan efektif dan bertata kelola," tuturnya.
Nazir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Selain itu, Juda mengatakan kunci keberhasilan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah ke depan juga adalah sinergi dan kolaborasi antar pemangku kepentingan sejalan dengan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia yang bersifat multidimensi. Dengan demikian, semua pemangku kepentingan baik anggota Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) maupun non-KNEKS diharapkan bisa terus berkolaborasi dan bersinergi.
"Kami percaya bahwa sinergi dan kolaborasi yang kuat ini memberikan dampak yang akan signifikan di dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah," tuturnya.
Pembentukan Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS) di daerah-daerah juga perlu terus didorong. Saat ini, ada delapan KDEKS yakni di Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bangka Belitung dan Banten. Kelembagaan tersebut merupakan salah satu infrastruktur pendukung dalam ekosistem ekonomi syariah, yang berfungsi sebagai katalisator untuk mempercepat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di daerah, dalam upaya mencapai visi Indonesia sebagai pusat halal dunia pada 2024.
"Ke depan ini (KDEKS) perlu kita perkuat, kita standardisasi kegiatannya supaya jelas, ada target-targetnya sehingga koordinasi di dalam pengembangan ekonomi syariah di daerah juga menjadi semakin kuat," ujarnya.