Kasus Gagal Ginjal Anak Ditemukan di Solo, di Jakarta BPOM Umumkan Praxion Aman Dikonsumsi
Satu lagi kasus dengan gejala gagal ginjal pada anak ditemukan di RS Moewardi, Solo.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Noor Alfian Choir, Zainur Mashir Ramadhan, Antara
Kasus anak bergejala gagal ginjal kembali ditemukan, kali ini di RSUD Moewardi, Solo. Wali Kota Solo Gibran Rakabuming menyebut bahwa kasus gagal ginjal yang dialami oleh seorang anak 10 tahun itu, kendati belum masuk kriteria gagal ginjal akut, diketahui sempat mengkonsumsi salah satu merek obat Praxion.
"Itu belum bisa dibilang akut lho, anaknya sedang kami monitor, anaknya punya riwayat sebelumnya, kayaknya pernapasan juga dan dia mengkonsumsi Praxion," kata Gibran ketika ditemui di balaikota Solo, Rabu (8/2/2023).
Gibran juga mengatakan bahwa jika kondisi anak yang menderita gagal ginjal tersebut telah membaik. Kendati demikian, anak tersebut masih dimonitor oleh pihak rumah sakit.
"(Ankanya) Umur 10 tahun, tapi kemarin wes tak telepon advokate, intinya minta dimonitor aja. Belum akut sudah menunjukkan gejala perbaikan kok tenang wae. Anaknya di Moewardi keadaane sudah membaik tenang wae kita monitor terus," katanya.
Disinggung soal peredaran obat yang menjadi pemicu peredaran gagal ginjal, ia menegaskan bahwa telah dilakukan penarikan. "Semua sudah ditarik tapi yang namanya ibu-ibu kadang-kadang obat belum habis masih disimpan. Itu zamannya pertama-tama istriku juga masih nyimpen yang namanya Termorex, Praxion semua. Padahal anakku yo ngombe kui terus. Lha yo medeni to," katanya.
Di sisi lain, Dinas kesehatan (Dinkes) Kota Solo mengatakan perlunya ditingkatkan waspada dalam penggunaan obat-obatan pada anak. Selain terkait obat-obatan yang dilarang oleh BPOM, pihak Dinkes Kota Solo mengaku sudah ada tindakan penarikan Praxion dari pasaran,
"Iya kita lihat, obat-obat yang ada resmi ditarik sudah langsung kita lakukan koordinasi," katanya.
Sebelumnya, Direktur RSUD Moewardi, Cahyono Hadi mengkonfirmasi bahwa memang benar ada pasien anak yang mengalami gagal ginjal. Namun, secara kondisi tidak masuk kategori akut.
"Memang benar RSUD Moewardi merawat pasien berinisial A berusia 10 tahun dirawat di rumah sakit dr Moewardi. Hanya bahwa, pasien tersebut sampai sekarang belum memenuhi kriteria sebagai gagal ginjal akut," terang Cahyono Hadi, Selasa (7/2/2023) malam.
Ditanya apakah kasus gagal ginjal tersebut dampak dari mengonsumsi obat yang dicurigai masuk daftar penyebab gagal ginjal oleh BPOM, pihaknya akan mencari tahu lebih dalam kepada keluarga pasien. "Mungkin nanti akan kita tanyakan lagi ke pasien, keluarganya, gimananya. Memang masuk ke sini dalam keadaan gagal napas, infeksi berat, infeksi kencing dan kita tidak punya pada tanda-tanda gejala ginjal akut, coba nanti kita telusuri apakah dia meminum obat menyebabkan gagal ginjal," ujarnya.
Cahyono menjelaskan bahwa sebelumnya anak tersebut awalnya dirawat di sebuah RS swasta di Kota Solo. Namun kemudian mengingat kondisi pasien yang mengalami gagal napas kemudian dirujuk ke RSUD.
"Pasien ini masuk pada tanggal 29 Januari 2023, dengan gagal napas, infeksi saluran kencing ada juga kelainan fungsi ginjal," katanya.
Menurutnya, saat ini pasien tersebut sudah dirawat di bangsal dan dan sudah membaik, baik fungsi ginjal dan kencing mulai membaik. "Namun dalam perjalanan pasien membaik. Tanda-tandanya membaik, tanda gagal ginjal akut tidak ada pada pasien," tutupnya.
Pada Senin (6/2/2023), Juru Bicara Kementerian Kesehatan M Syahril mengonfirmasi dua penambahan kasus baru GGAPA di DKI Jakarta. Menurut dia, salah satu korban, anak berusia satu tahun meninggal setelah sebelumnya demam pada 25 Januari dan diberi obat sirup penurun demam.
“Dibeli dari apotek dengan merk Praxion,” kata Syahril dalam keterangannya di Jakarta, Senin.
PT Pharos Indonesia selaku produsen pun sudah melakukan penarikan produk secara sukarela atau voluntary recall terhadap obat sirop penurun demam, Praxion. Berdasarkan siaran pers resmi perusahaan yang diterima di Jakarta, Selasa (7/2/2023), PT Pharos Indonesia melakukan pemeriksaan ulang keamanan produk di laboratorium internal. Pengujian dilakukan sesuai dengan aturan Farmakope Indonesia edisi VI suplemen II.
"Hasil pemeriksaan internal ini menunjukkan produk masih memenuhi spesifikasi Farmakope Indonesia," kata Director of Corporate Communication PT Pharos Indonesia Ida Nurtika.
Pada hari ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan, bahwa obat sirup Praxion aman dikonsumsi berdasarkan serangkaian pengujian yang telah dilakukan menggunakan tujuh sampel dengan hasil memenuhi syarat.
"Dari hasil pengujian tujuh sampel tersebut, hasilnya adalah memenuhi syarat. Artinya memenuhi ketentuan dan standar di farmakope Indonesia," kata Plt. Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif BPOM Togi Junice Hutadjulu di Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Togi menjelaskan, tujuh sampel yang diuji merupakan sampel sirup obat dan bahan baku, yang terdiri atas sampel sirop obat sisa pasien, sirop yang beredar di pasaran, sampel di tempat produksi dengan batch sama, sampel sirop dengan batch yang berdekatan dengan sirop obat pasien. Kemudian sampel bahan baku sorbitol, dan dua produk sirop lain yang menggunakan bahan baku dengan nomor batch sama.
Ia menegaskan, pengujian sampel di laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPPOMN) BPOM telah memenuhi standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) sehingga dapat dipastikan akurasinya. Adapun pengujian dilakukan pada 2 dan 3 Februari 2023.
"Hasil pengujian dapat diyakini validitasnya untuk mendukung hasil pengawasan BPOM," ujarnya.
Namun, Togi menyampaikan, BPOM telah memerintahkan untuk penghentian sementara produksi dan distribusi obat yang dikonsumsi pasien yang terkonfirmasi meninggal dunia akibat mengalami Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada 4 Februari 2023. Berdasarkan informasi, satu kasus tersebut merupakan balita yang meninggal usai mengkonsumsi obat sirop merek Praxion di DKI Jakarta.
"Dalam rangka kehati-hatian dan langkah antisipasi, BPOM telah mengeluarkan perintah penghentian sementara produksi dan distribusi terhadap obat yang dikonsumsi pasien," katanya.
Togi menambahkan, BPOM terus berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Laboratorium Kesehatan Daerah DKI Jakarta, Ikatan Dokter Anak Indonesia, ahli epidemiologi dan farmakologi guna melakukan investigasi penyebab kematian balita tersebut. BPOM juga mengimbau agar masyarakat waspada dan terus berhati-hati untuk membeli serta mengonsumsi obat-obatan.
"Langkah ini diambil untuk memastikan penyebab dan faktor risiko penyebab GGAPA tersebut," ujar Togi.