Vonis Sambo, Pakar Hukum: Hukuman Sesuai Tuntutan JPU Sudah Tepat

Sambo diuntungkan dengan revisi UU KUHP.

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua, Ferdy Sambo.
Red: Joko Sadewo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum Universitas Indonesia (UI), Eva Achjani Zulfa, berpandangan jika hakim menjatuhkan hukuman seumur hidup untuk terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yoshua, Ferdy Sambo, maka itu akan jadi putusan yang tepat. Hukuman seumur hidup sudah mencerminkan keadilan bagi masyarakat.


Dalam pekara pembunuhan Brigadir Yoshua, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Sambo dengan hukuman penjara seumur hidup. Eva pun berpandangan hukuman seumur hidup sudah paling tepat untuk Sambo.

“Jika dilihat dari adanya perubahan di KUHP baru, pilihan yang paling tepat untuk hukuman Sambo adalah hukuman seumur hidup,” kata Eva, Sabtu (10/2/2023). Hukuman seumur hidup ini, lanjutnya, juga sudah mencerminkan keadilan bagi masyarakat.

Dijelaskan Eva, Ferdy Sambo diuntungkan dengan adanya KUHP baru. Walaupun UU itu baru berlaku tiga tahun lagi.

Dijelaskannya, dalam ketentuan baru di KUHP tersebut, hukuman mati berada dalam kualifikasi pidana yang khusus. “Karena dalam UU ini, terpidana mati tidak bisa langsung dieksekusi, tapi ada masa percobaan 10 tahun,” ungkap Eva.

Kalaupun nanti hakim memvonis mati Sambo, kata Eva, ada kemungkinan ada yang namanya teori perubahan UU. Ada peubahan perasaan hukum masyarakat atau exstra judicial factor. Sehingga Sambo punya hak untuk ditunda eksekusinya 10 tahun.

Agar putusan kasus Sambo tidak memunculkan polemik baru, menurut Eva, perlu ada penjelasan pada masyarakat. Hal yang dibutuhkan masyarakat adalah penjelasan yang meyakinkan dari majelis hakim tentang besaran hukuman Ferdy Sambo. “Mau dihukum mati, seumur hidup atau 20 tahun penjara, itu butuh penjelasan di sana,” kata Eva.

Seringkali, lanjut Eva, dalam putusan, ada yang tidak cukup penjelasan di bagian pertimbangan hukumnya. Hal ini yang harus ditekankan oleh hakim supaya putusan tidak memunculkan kontroversi yang baru maupun kecurigaan.

Mengenai putusan hakim juga harus mencerminkan keadilan bagi masyarakat, Eva mengatakan, dalam teori pembuktian negatif, hakim tidak hanya melihat bukti tapi juga nuraninya. Artinya hakim juga harus melihat bahwa masyarakat memiliki pandangan atas para terdakwa tersebut. '

“Hakim harus melihat exstra judicial yang ada, sehingga putusannya jangan menjadi kontroversi,” ungkap pengajar di UI tersebut.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler