Miris, Masih Ada Daerah Dekat Jakarta Sulit Akses Posyandu

Kopmas menemukan biskuit makanan tambahan anak dari posyandu malah dimakan orang tua.

ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/aww.
Kader PKK mengukur lingkar kepala balita di Posyandu Bougenvile, Pemancar, Depok, Jawa Barat. Masih ada daerah yang masyarakatnya sulit menjangkau posyandu.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi Perlindungan Kesehatan Masyarakat (Kopmas) mengungkap bahwa masih ada daerah yang tidak bisa mendapatkan akses layanan kesehatan di posyandu dengan baik. Alhasil, tumbuh kembang anak di sana tidak terpantau maksimal.

"Seharusnya pemerintah ini jemput bola karena kadernya terbatas, pengetahuan kadernya terbatas, masyarakat tidak tahu bahwa ada posyandu, dan masih banyak daerah yang tidak mendapat akses posyandu dengan baik," kata Sekretaris Jenderal Kopmas Yuli Supriati dalam taklimat media yang diikuti di Jakarta, Selasa (14/2/2023).

Yuli menyebut salah satu contoh daerah yang tidak mempunyai akses posyandu adalah Kampung Cijantur, Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kendala utamanya ialah kontur jalannya yang agak curam, menyulitkan kendaraan untuk masuk.

Selain kondisi jalan yang sulit, jarak tempuh ke fasilitas kesehatan terdekat seperti puskesmas pun butuh waktu lebih dari satu jam. Fasilitas terdekat lainnya yang ada ialah sebuah klinik kesehatan milik swasta.

Hanya saja, masyarakat tidak bisa menggunakan fasilitas BPJS di sana. Minimnya akses kemudian membuat Kopmas menemukan beberapa anak di kampung dalam kondisi sakit, bahkan ada yang meninggal di rumah karena tidak bisa di bawa keluar.

Sulitnya mengakses posyandu, menurut Yuli, membuat orang tua terkendala dalam mengukur tumbuh kembang buah hatinya. Di samping itu, anak-anak juga banyak yang tidak mendapatkan imunisasi.

Hal lain yang Kopmas temukan di lapangan ialah pemberian makanan tambahan (PMT). Biskuit yang dibagikan di posyandu ternyata tidak diberikan pada anak, justru dihabiskan orang tuanya.

Baca Juga


Di posyandu, menurut Yuli, pengetahuan kader untuk memberikan pembekalan edukasi terkait asupan gizi anak juga masih rendah. Tak jarang ditemukan kader yang masih memberikan makanan olahan seperti puding dengan banyak tambahan gula.

"Permasalahannya masyarakat kita ini juga menganggap bahwa kental manis, minuman manis, dan jajanan instan itu tidak apa-apa diberikan untuk anak," ujar Yuli.

Dengan sejumlah temuan tersebut, Yuli menyarankan pemerintah untuk mendatangi tiap rumah yang mempunyai anak baduta (bawah dua tahun) atau balita (bawah lima tahun). Dengan begitu, semua pemeriksaan tumbuh kembang anak dapat segera dilakukan, termasuk pendataannya.

Yuli juga menyarankan untuk menyediakan protein hewani seperti daging dan ikan di posyandu guna menumbuhkan kesadaran masyarakat terkait pencegahan stunting. Di sisi lain, pembekalan pada kader-kader juga harus dimaksimalkan agar program prioritas nasional pemerintah, yakni percepatan penurunan stunting, bisa mendapatkan hasil yang baik.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler