Korban Gempa Lampaui 35.000 Jiwa, Erdogan: Bencana Paling Mematikan dalam Sejarah Turki
Lebih dari 13 ribu orang korban gempa masih dirawat di rumah sakit.
REPUBLIKA.CO.ID, ANTAKYA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan pada Selasa (14/2/2023), bahwa lebih dari 35 ribu orang meninggal di Turki akibat gempa bumi pekan lalu. Laporan terbaru korban jiwa ini menjadikannya bencana paling mematikan sejak negara itu didirikan 100 tahun lalu.
Kematian yang dikonfirmasi di Turki melewati yang tercatat dari gempa besar Erzincan pada 1939 yang menewaskan sekitar 33 ribu orang. Jumlah korban meninggal pun hampir pasti akan meningkat lebih jauh lagi.
Erdogan mengatakan, 105.505 terluka akibat gempa 6 Februari yang berpusat di sekitar Kahramanmaras dan gempa susulannya. Hampir 3.700 kematian telah dikonfirmasi di negara tetangga Suriah, menjadikan jumlah korban gabungan di kedua negara menjadi lebih dari 39 ribu jiwa.
Presiden Turki menyebut gempa itu sebagai bencana abad ini. Dia mengatakan, lebih dari 13 ribu orang masih dirawat di rumah sakit.
Erdogan mengatakan, 47 ribu bangunan yang berisi 211 ribu tempat tinggal telah hancur atau rusak parah sehingga perlu dibongkar. “Kami akan melanjutkan pekerjaan kami sampai warga terakhir kami keluar dari bangunan yang hancur,” kata Erdogan tentang upaya penyelamatan yang sedang berlangsung.
Lembaga bantuan dan pemerintah meningkatkan upaya untuk membawa bantuan ke bagian Turki dan Suriah yang hancur. Namun, situasi di Suriah sangat menyedihkan.
Negara yang menghadapi perang saudara selama 12 tahun telah memperumit upaya bantuan dan berarti berhari-hari perselisihan tentang cara memindahkan bantuan ke negara itu, apalagi mendistribusikannya. Beberapa orang di sana mengatakan mereka tidak menerima apa-apa.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan seruan 397 juta dolar AS untuk memberikan bantuan yang sangat dibutuhkan, menyelamatkan jiwa bagi hampir lima juta warga Suriah selama tiga bulan. Badan global itu sebelumnya mengumumkan kesepakatan dengan Suriah untuk mengirimkan bantuan melalui dua penyeberangan perbatasan lagi dari Turki ke daerah yang dikuasai pemberontak di barat laut Suriah.
Kepala dewan kota kota Jinderis, salah satu komunitas terparah di barat laut Suriah, Mahmoud Haffar, mengatakan penduduk telah mampu mengumpulkan sekitar 2.500 tenda sejauh ini. Namun sekitar 1.500 keluarga masih tetap tanpa tempat berlindung, karena suhu malam hari turun menjadi sekitar minus 4 derajat Celcius.
“Kami masih mendengar pertanyaan kapan bantuan masuk,” kata Haffar.
Tawaran bantuan dari tim penyelamat dan dokter hingga generator dan makanan telah datang dari seluruh dunia, tetapi kebutuhan tetap sangat besar setelah gempa berkekuatan 7,8 dan gempa susulannya. Gempa tersebut mempengaruhi 10 provinsi di Turki yang menampung sekitar 13,5 juta orang, serta wilayah yang luas di barat laut Suriah yang menampung jutaan orang.
Sebagian besar sistem air di wilayah yang dilanda gempa tidak berfungsi. Menteri Kesehatan Turki mengatakan, sampel dari puluhan titik sistem menunjukkan air tidak layak untuk diminum.