Tegur Macron, Rusia: Jangan Lupakan Nasib Napoleon Bonaparte

Rusia menuduh presiden Prancis melakukan diplomasi ganda dengan Kremlin.

Benoit Tessier, Pool via AP
Rusia pada Ahad (19/2/2023) menegur Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait pernyataannya yang mengutarakan keinginan untuk melihat Rusia dikalahkan.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia pada Ahad (19/2/2023) menegur Presiden Prancis Emmanuel Macron terkait pernyataannya yang mengutarakan keinginan untuk melihat Rusia dikalahkan. Rusia mengatakan, Moskow masih mengingat nasib Napoleon Bonaparte dan menuduh presiden Prancis melakukan diplomasi ganda dengan Kremlin.

Pada 1812 Napoleon Bonaparte yang merupakan penguasa Prancis melancarkan serangan luas ke Rusia, dengan mengerahkan ratusan ribu orang. Namun serangan itu gagal. Pasukan Napoleon terpaksa mundur karena mendapatkan perlawanan sengit Rusia dan pasukan Prancis menderita kelaparan serta penyakit karena musim dingin yang ekstrem.

Baca Juga


Sebelumnya, Macron mengatakan kepada surat kabar Le Journal du Dimanche, Prancis ingin Rusia dikalahkan di Ukraina. "Saya ingin kekalahan Rusia di Ukraina dan saya ingin Ukraina dapat mempertahankan posisinya, tetapi saya yakin pada akhirnya ini tidak akan berakhir secara militer," ujar Macron.

Macron menambahkan, dia tidak berpikir Rusia akan "dikalahkan sepenuhnya" atau diserang di tanahnya sendiri. "Para komentator ini ingin menghapus Rusia. Itu tidak pernah menjadi posisi Prancis dan tidak akan pernah," ujarnya.

Terkait pernyataan Macron, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Maria Zakharova mengatakan agar Prancis jangan melupakan nasib Bonaparte. Ia menambahkan, pernyataan Macron menunjukkan Barat terlibat dalam diskusi tentang perubahan rezim di Rusia. Di sisi lain, Macron berulang kali meminta pertemuan dengan para pemimpin Rusia.

"Prancis tidak dibangun oleh Macron, tetapi sisa-sisa (kejayaan) Napoleon, yang dihormati di tingkat negara bagian, dan pusat kota Paris. Prancis memahami segalanya, begitu pula Rusia. Secara umum, Macron tak ternilai harganya," kata Zakharova.

Macron telah menuai kritik dari beberapa sekutu NATO karena menyampaikan pesan yang beragam mengenai kebijakannya tentang perang antara Ukraina dan Rusia. Beberapa menganggap Paris sebagai mata rantai yang lemah dalam aliansi Barat.  

Pada Jumat (17/2/2023) Macron mendesak sekutu meningkatkan dukungan militer untuk Ukraina. Tetapi Macron juga mengatakan dia tidak percaya pada perubahan rezim dan harus ada negosiasi.

"Mari kita perjelas, saya tidak percaya sedetik pun pada perubahan rezim, dan ketika saya mendengar banyak orang menyerukan perubahan rezim, saya bertanya kepada mereka, 'Untuk perubahan yang mana? Siapa selanjutnya? Siapa pemimpin Anda?'" ujar Macron.

Mengklarifikasi komentar tersebut, Macron mengatakan, dia tidak percaya solusi demokratis dari dalam masyarakat sipil akan muncul di Rusia. Macron menambahkan, dia tidak melihat alternatif selain Presiden Vladimir Putin sendiri yang harus turun ke meja perundingan.

"Semua opsi selain Vladimir Putin dalam sistem saat ini tampak lebih buruk bagi saya," kata Macron.
 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler