KPK Bakal Periksa Kembali Brigita Manohara Terkait TPPU Bupati Mamberamo Tengah
KPK telah dua kali memeriksa Brigita manohara dalam kasus ini.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menutup kemungkinan untuk kembali meminta keterangan dari presenter televisi swasta, Brigita Purnawati Manohara dugaan pencucian uang yang menjerat Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak. Lembaga antirasuah ini bakal mendalami peran Brigita dalam kasus tersebut.
"Bagi yang sudah diminta keterangan dan sudah mengembalikan (uang) akan kita lihat perannya sebagai apa," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur kepada wartawan, Selasa (21/2/2023).
Asep mengatakan, saat ini pihaknya masih menelusuri aliran dana dari Ricky. Dia menyebut, keterangan Brigita nantinya bakal dikonfrontir dengan pernyataan Ricky usai diperiksa.
"Kami juga akan terus meneliti kembali aliran dana yg diduga hasil tindak pidana korupsi, pascapemeriksaan RHP (Ricky Ham Pagawak), karena tentunya ada keterangan baru dari RHP," ujar dia.
"Apabila ditemukan keterangan baru terkait aliran dana kepada orang-orang atau badan hukum yang sebelumnya telah diperiksa, maka akan kami lakukan pemeriksaan kembali sesuai keterangan terbaru yang kami peroleh," sambung Asep.
Sebelumnya, KPK telah dua kali memeriksa Brigita dalam kasus ini. Panggilan pertama dilakukan pada Senin (25/7/2022). Dalam pemeriksaan itu, Brigita mengakui pernah menerima sejumlah uang dan hadiah dari tersangka Bupati Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak.
Ia menyebut, pemberian itu merupakan bentuk apresiasi tersangka kepada dirinya atas profesi sebagai presenter televisi dan konsultan komunikasi. Brigita pun telah mengembalikan uang yang ia terima itu kepada KPK pada Selasa (26/7/2022). Total uang yang dia kembalikan sebanyak Rp 480 juta.
KPK pun mengapresiasi sikap kooperatif Brigita yang berjanji telah mengembalikan uang tersebut. Uang yang dikembalikan itu, kata pihak KPK, akan dianalisis dan dikonfirmasi kembali kepada tersangka maupun berbagai pihak yang akan dipanggil sebagai saksi oleh tim penyidik.
Kemudian, pemeriksaan kedua terhadap Brigita dilaksanakan pada Jumat (29/7/2022). Dia diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi sejumlah proyek Pemerintah Kabupaten Mamberamo Tengah, Papua.
KPK akhirnya menangkap Ricky pada Ahad (19/2/2023). Dia ditangkap saat kembali ke Jayapura, Papua setelah kabur selama kurang lebih tujuh bulan. Lembaga antikorupsi ini juga tengah menelusuri alasan Ricky kabur ke Papua Nugini.
Ricky telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang. Dia diduga menerima uang haram mencapai Rp 200 miliar.
Kasus ini bermula saat Ricky menjabat sebagai Bupati Mamberamo Tengah pada tahun 2013-2018 dan 2018-2023. Selama dua periode menduduki posisi itu dia diduga menggunakan kewenangannya untuk menentukan sendiri para kontraktor yang nantinya akan mengerjakan sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di Mamberamo Tengah, Papua.
Ricky juga menentukan syarat khusus agar para kontraktor dapat dimenangkan. Antara lain, yakni dengan adanya penyetoran sejumlah uang kepada dirinya.
Ada tiga pihak swasta yang diduga memberi suap kepada Ricky. Mereka adalah Direktur PT Bina Karya Raya, Simon Pampang (SP), Direktur Bumi Abadi Perkasa, Jusiendra Pribadi Pampang (JPP), dan Direktur PT Solata Sukses Membangun, Marten Toding (MT).
Ricky kemudian memerintahkan pejabat di Dinas Pekerjaan Umum untuk mengondisikan proyek-proyek yang nilai anggarannya besar agar diberikan khusus kepada mereka bertiga. Jusiendra Pribadi Pampang diduga mendapatkan sebanyak 18 paket pekerjaan dengan total nilai Rp 217,7 miliar. Diiantaranya proyek pembangunan asrama mahasiswa di Jayapura.
Lalu, Simon Pampang diduga mendapatkan enam paket pekerjaan dengan nilai Rp 179,4 miliar. Sementara itu, Marten Toding diduga mendapatkan tiga paket pekerjaan dengan nilai Rp9,4 miliar.
Ricky menerima uang suap dari ketiga pihak swasta itu melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama-nama dari beberapa orang kepercayaannya. Selain itu, dia diduga menerima sejumlah uang sebagai gratifikasi dari beberapa pihak. Ia juga diduga melakukan tindak pidana pencucian uang berupa membelanjakan, menyembunyikan maupun menyamarkan asal usul dari harta kekayaan yang berasal dari korupsi.