AS Perkirakan Pembicaraan Utang di Pertemuan Keuangan G-20 Sulit

Meski demikian, penting menghilangkan hambatan untuk cegah ini jadi masalah sistemik.

EPA-EFE/DITA ALANGKARA
Para pemimpin negara dunia menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali, 16 November 2022. Pejabat Departemen Keuangan AS mengatakan pada Rabu (22/2/2023) bahwa mereka memperkirakan diskusi G20 tentang keringanan utang untuk negara-negara yang tertekan akan sulit.
Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, BENGALURU -- Pejabat Departemen Keuangan AS mengatakan pada Rabu (22/2/2023) bahwa mereka memperkirakan diskusi G20 tentang keringanan utang untuk negara-negara yang tertekan akan sulit. Akan tetapi, penting untuk menghilangkan hambatan agar masalah ini tidak menjadi masalah sistemik bagi ekonomi global di tahun-tahun yang akan datang.

Baca Juga


Para pejabat, berbicara kepada wartawan menjelang pertemuan para pemimpin keuangan G20 minggu ini, mengatakan bahwa tantangan utama yang harus diatasi kelompok itu adalah permintaan China agar Bank Dunia dan bank pembangunan multilateral (MDB) lainnya berpartisipasi dalam pengurangan utang dengan mengambil "pemotongan utang" bersama kreditur bilateral.

"Masalah utang itu menantang, menurut saya. Mereka sulit dalam beberapa pertemuan terakhir dan saya perkirakan akan terus berlanjut," kata salah satu pejabat Departemen Keuangan.

Pertemuan di Bangalore akan meluncurkan meja bundar utang negara global baru yang bertujuan untuk menembus hambatan menuju restrukturisasi utang untuk Zambia, Sri Lanka, dan negara-negara tertekan lainnya. Peserta termasuk Amerika Serikat, China, India, Arab Saudi dan negara-negara G7 lainnya, bersama dengan kreditur sektor swasta, dan enam negara debitur: Ethiopia, Zambia, Ghana, Sri Lanka, Suriname, dan Ekuador.

Pembicaraan meja bundar ditujukan untuk mencoba menyepakati standar umum, prinsip dan definisi untuk perlakuan utang, bukan untuk merundingkan persyaratan spesifik restrukturisasi yang macet, seperti untuk Zambia, menurut Dana Moneter Internasional (IMF).

Para pejabat Departemen Keuangan mengatakan mereka akan berusaha meyakinkan China bahwa bank-bank pembangunan multilateral memberikan pembiayaan dan hibah yang sangat lunak kepada negara-negara pengutang yang mencapai tujuan yang sama seperti pengurangan pokok utang.

"Jika tujuan (China) adalah MDB mengambil potongan utang, itu adalah sesuatu yang tidak akan kami dukung. Jika tujuan mereka adalah MDB menjadi bagian positif dari solusi, kami pikir sudah," kata pejabat kedua, menambahkan bahwa kemungkinan pejabat senior China akan berpartisipasi dalam diskusi secara virtual.

Para pejabat juga mengatakan bahwa utang yang menggantung di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah belum menjadi ancaman sistemik bagi ekonomi global, hal itu bisa menjadi ancaman di tahun-tahun mendatang jika restrukturisasi utang tidak diselesaikan dan lebih banyak negara jatuh ke dalam tekanan utang.

 

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler