Mengapa Orang Munafik Lebih Berbahaya dari Kaum Kafir? Ini Jawaban Ulama Turki 

Orang munafik dalam Islam ibarat musuh dalam selimut

ARI BOWO SUCIPTO/ANTARA
Ilustrasi topeng muka dua orang munafik. Orang munafik dalam Islam ibarat musuh dalam selimut
Rep: Muhyiddin Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ulama dan cendikiawan asal Turki, Badiuzzaman Said Nursi (1877-1960) menjelakan, bahaya paling hebat yang saat ini menimpa kaum Muslimin adalah rusaknya kalbu dan rapuhnya iman akibat kesesatan yang berasal dari filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal ini disampaikan Nursi saat menghadapi kondisi politik pada masanya.

Baca Juga


“Bahaya paling hebat yang saat ini menimpa kaum Muslimin adalah rusaknya kalbu dan rapuhnya iman akibat kesesatan yang berasal dari filsafat dan ilmu pengetahuan,” kata Nursi dikutip dari buku Al-Lama'at terbitan Risalah Nur Press halaman 199.

Menurut dia, solusi satu-satunya untuk memperbaiki kalbu dan menyelamatkan iman adalah adanya cahaya dan bagaimana memperlihatkan cahaya tersebut. 

Menurut dia, jika bergerak dengan pentung politik dan mendapat kemenangan, maka hal itu menurunkan kaum kafir tersebut kepada tingkat munafik.

“Dan sebagaimana kita ketahui, kata dia, orang munafik lebih berbahaya dan lebih rusak daripada orang kafir,” jelas Nursi.

Jadi, menurut Nursi, pada saat sekarang ini “pentung” (kekerasan) tidak akan bisa memperbaiki kalbu. Ketika itu, kekufuran masuk dalam relung kalbu, lalu bersembunyi di sana, dan berubah menjadi sifat kemunafikan.

“Selain itu, orang lemah sepertiku tak mungkin mempergunakan cahaya dan ‘pentung’ sekaligus,” ucapnya.

Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW

Karenanya, Nursi hanya bisa berpegang pada cahaya (jalan dakwah) sekuat tenaga dan harus berpaling dari pentung politik dalam bentuk apa pun. “Adapun jihad fisik tidak serta-merta bergantung pada kami,” ujarnya.

Memang benar bahwa pentung (kekerasan) harus dipakai ketika orang kafir atau orang yang murtad sudah bertindak melampaui batas. 

“Namun, kami hanya memiliki dua tangan. Bahkan seandainya kami memiliki seratus tangan, hal itu hanya cukup untuk cahaya. Kami tak mempunyai tangan lain untuk memegang pentung,” tutupnya.   

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler