Walhi Sebut Kerusakan Akibat Korupsi Surya Darmadi Lebih Lama Dipulihkan

Walhi menilai keringanan hukuman Surya Darmadi terkesan dipaksakan.

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa pemilik PT Dulta Palma Group, Surya Darmadi alias Apeng saat akan menjalani sidang vonis di Pengadilan Negeri Tipikor, Jakarta, Kamis (23/2/2023). Majelis hakim menjatuhkan vonis kepada terdakwa Surya Darmadi dengan pidana 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 5 bulan kurungan serta dijatuhkan pidana uang pengganti Rp2,2 triliun dan uang kerugian perekonomian negara sebesar Rp39,7 triliun subsider 5 tahun penjara. Vonis tersebut dijatuhkan hakim karena terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit di wilayah Indragir Hulu, Riau serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Rep: Rizky Suryarandika Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengkritik pedas vonis 15 tahun terhadap Surya Darmadi. Walhi memandang waktu yang dihabiskan untuk memulihkan kerusakan yang ditimbulkan Surya justru lebih panjang daripada vonisnya.

Surya diputus bersalah dalam kasus korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait alih fungsi lahan di Kabupaten Inhu. Surya lolos dari tuntutan hukuman seumur hidup dari jaksa.

"Daya rusak lingkungan akibat aktivitas perkebunan ilegal ini pemulihannya bahkan lebih lama dari vonis yang dijatuhkan. Untuk pulihkan kembali kawasan yang dirusak Surya Darmadi itu butuh waktu lebih dari 15 tahun," kata Manager Kampanye Hutan dan Kebun Eksekutif Nasional Walhi Uli Arta Siagian kepada Republika, Jumat (24/2/2023).

Walhi menyoroti alasan hakim meringankan vonis Surya didasari pertimbangan usia dan jasa CSR perusahaan. Walhi menilai usia tak bisa jadi alasan yang masuk akal untuk meringankan hukuman terdakwa dengan kasus semasif Surya.

"Soal usia, kami pikir sebenarnya tidak bisa jadi salah satu alasan untuk menjatuhkan vonis lebih rendah karena putusan hukum kan sangat dipengaruhi faktor-faktor yang bisa diterima logika, hanya karena sudah paruh baya dihukum 15 tahun sebenarnya tidak cukup adil mengingat daya rusak dari apa yang terjadi akibat aktivitas ilegal perkebunan sawit milik Surya Darmadi," ujar Uli.

Uli menegaskan kerugian masyarakat di Riau juga berlangsung lebih lama ketimbang vonis Surya. "Aktivitas kebun ilegal sudah berjalan sejak 2004 dan masih berjalan sampai sekarang. Artinya ada waktu sekitar 18 tahun dia beraktivitas ilegal. Lamanya aktivitas ilegal melampaui vonis. Ini buat putusan jadi tidak adil," tegas Uli.

Mengenai CSR, Uli menegaskan tak bisa jadi alasan keringanan hukuman Surya. Sebab ia meyakini pemberian CSR merupakan kewajiban perusahaan. Ia pun meragukan efektivitas CSR yang digelontorkan perusahaan Surya.

"Ketika kemudian perusahaan beraktivitas maka diatur kewajiban CSR. Ini nggak bisa jadi alasan memperingan hukuman. Kalau dilacak jadi bisa jadi CSR ini nggak tepat atau tidak berkontribusi besar bagi masyarakat disana," ujar Uli.

Atas dasar itulah, Walhi merasa majelis hakim tak memertimbangkan penjatuhan vonis ini secara matang. Alhasil, poin-poin keringanan hukuman Surya terkesan dipaksakan.

"Alasan-alasan ini terlalu dipaksakan untuk meringankan vonis Surya Darmadi," tegas Uli.

Selain hukuman penjara, Surya Darmadi turut dituntut dengan hukuman denda sebesar Rp 1 miliar. Surya Darmadi juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 4.798.706.951.640 dan 7.885.857,36 dolar AS serta kerugian perekonomian negara senilai Rp 73.920.690.300.000.

Dalam kasus ini, Surya Darmadi diputus melanggar Pasal 2 ayat 1 Jo Pasal 18 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dan kedua Pasal 3 ayat 1 huruf C UU 15/2022 tentang TPPU sebagaimana telah diubah UU 25/2003 tentang TPPU dan Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Baca Juga


BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler