Berkaca dari Kasus Mario Dandy, Muslimat NU: Pentingnya Mengendalikan Kemarahan
Seorang Muslim diajarkan beristighfar dan berwudhu ketika marah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy terhadap seorang remaja D hingga dia terbaring koma di ranjang rumah sakit mengundang tanggapan dari PP Muslimat Nahdlatul Ulama (NU).
Menurut Ketua PP Muslimat NU Mursyidah Thahir, kemarahan bisa dikendalikan jika seseorang memiliki kekuatan spriritual yang bagus. Sehingga kemarahannya tidak menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri maupun orang lain karena dia bisa mengendalikannya.
“Kalau memiliki kekuatan spiritual entah berdoa, sholat, atau baca Quran, itu akan mampu menundukkan emosi, mampu menaklukkan jasmaninya,” ujar Mursyidah dalam sambungan telepon, Jumat (24/2/2023).
“Bahkan Nabi (Muhammad) mengajarkan berwudhulah (ketika marah), berwudhu itu kegiatan spiritual yang mampu menundukkan emosi,“ ujar Mursyidah.
Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan terbuat dari api. Dan api itu hanya bisa dipadamkan oleh air. Oleh karena itu, jika seorang di antara kamu marah maka berwudhulah." (HR. Abu Daud).
Oleh karena itu, jika amarah terasa meluap dan tak terbendung, segeralah beristigfar. Kemudian mengambil air wudhu dan memohon ampun kepada Allah SWT.
Mursyidah sedikit membagikan cara melatih mengurangi amarah yang tidak terbendung lagi. Segera masuk kamar mandi lalu luapkan amarah itu kepada gayung atau benda plastik lainnya.
“Secara kejiwaan, wudhu dilakukan di kamar mandi, tertutup, maka untuk melatih supaya emosi tidak meluap-luap, sebelum wudhu itu dia (bisa) marah-marah dulu, boleh di dalam kamar mandi, tidak ada yang melihat, mau banting-banding gayung karena gemes, gregetan, kalau cuma plastik yang pecah masih ringan dibandingkan marah kepada orang, artinya meskipun itu kurang bagus, secara kejiwaan dia terlepas (emosinya) dan kalau bertaubat juga langsung diterima. Karena tidak dilihat orang lain,” jelasnya.
اِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّٰهِ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السُّوْۤءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوْبُوْنَ مِنْ قَرِيْبٍ فَاُولٰۤىِٕكَ يَتُوْبُ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللّٰهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
“Sesungguhnya tobat yang pasti diterima Allah itu hanya bagi mereka yang melakukan keburukan karena kebodohan, kemudian mereka segera bertobat. Merekalah yang Allah terima tobatnya. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.” (QS An Nisa ayat 17)
Artinya, jelas Mursyidah, meskipun seseorang itu marah-marah di kamar mandi dan meluapkan kemarahannya kepada gayung hingga memecahkan gayung itu, dan orang tidak tahu. Jadi seandainya dia bertaubat, insya Allah, kata Mursyidah, Allah akan mengampuninya.
Akan tetapi jika meluapkan kemarahan itu kepada orang lain bahkan sampai mengancam jiwa korbannya, maka akan berbeda lagi. Karena pada kasus yang kedua ini, termasuk habluminannas atau berhubungan dengan manusia. Sehingga Allah tidak menjamin memberikan ampunan jika orang tersebut belum atau korban tidak memberikan maaf.
“Kalau marah sama orang itu sulit, Allah tidak menjamin maaf jika yang bersangkutan (korban) belum memaafkan, jadi Allah belum bisa mengampuni dosa orang yang telah melakukan perbuatan jahat kepada orang lain, dan belum dimaafkan. Karena (hubungannya) dengan manusia, bereskan dulu, baru Allah menerima taubatnya kalau orang yang sudah disakiti memaafkan,” jelasnya.