Ditengah Isu Resesi Global 2023: Investasi Saham atau Obligasi?
Artikel ini membahas tentang isu resesi ekonomi 2023 yang sedang ramai dibicarakan masyarakat.
Setelah hampir 3 tahun Covid-19 melanda segala aspek di dunia. Dimana sector ekonomi juga terkena dampaknya. Ternyata pada praktinya kita dapat mengatasi guncangan perekonomian di masa pandemic. Namun pada akhir tahun 2022 Dana Moneter Internasional (IMF) dan World bank mewanti-wanti adanya ancaman resesi di tahun 2023.
Perlu diketahui, dikutip dari laman ojk.go.id, arti resesi ekonomi atau resesi adalah suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara sedang memburuk. Hal ini ditandai dengan adanya penurunan produk domestik bruto (PDB), meningkatnya pengangguran, serta pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut. Kondisi ini akan membuat masyarakat panik akan penyikapan terhadap perekonomian.
Dengan adanya ancaman resesi, semua orang kini perlu mengamankan kondisi finansialnya agar mampu melalui jurang resesi dengan baik. Investasi jadi salah satu solusi untuk menyimpan uang agar bisa bertambah nilainya di masa depan. Pada era sekarang investasi tidak hanya dapat berupa barang fisik seperti emas, bangunan, ataupun tanah. di era sekarang sudah banyak orang yang melakukan investasi di saham ataupun obligasi. Kendati berikut banyak orang yang salah persepsi tentang kedua jenis investasi tersebut.
Apa perbedaan dari obligasi dan saham ? Obligasi adalah surat utang jangka menengah maupun jangka panjang yang dapat diperjualbelikan. Obligasi berisi janji dari pihak yang menerbitkan surat utang untuk membayar imbalan berupa bunga pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada akhir waktu yang telah
ditentukan, kepada pihak pembeli obligasi tersebut. Sedangkan saham adalah adalah bukti kepemilikan suatu perusahaan yang merupakan klaim atas penghasilan dan kekayaan perseroan dimana akan ada pembagian dividen di setiap tahun.
Namun dari dua jenis investasi tersebut, jenis investasi mana yang lebih tahan terhadap resesi? Keadaan resesi sangat berpengaruh terhadap suku bunga. Kenaikan suku bunga yang agresif membuat imbal hasil (yield) obligasi di setiap negara mengalami kenaikan.Yield obligasi yang menaik tajamakan memicu capital outflow dari pasar obligasi. Ketika terjadi capital outflow para pemegang obligasi akan menjual obligasi miliknya yang membuat harganya turun dan yield naik. Semakin tinggi yield obligasi maka semakin tinggi pula keuntungan yang didapatkan oleh investor. Yield yang tinggi selalu diikuti dengan risiko yang tinggi juga.
Saat kondisi resesi, bank sentral akan menaikkan suku bunga. Saham dan suku bunga merupakan dua hal yang saling bertolak belakang. Ketika suku bunga naik harga saham turun, dan sebaliknya. Penyebabnya karena saat suku bunga naik maka akan berpengaruh pada biaya pinjaman perusahaan dan konsumen.
Pada saat suku bunga naik terdapat kecenderungan pelaku pasar akan beralih memegang aset yang lebih aman dan memiliki risiko lebih kecil seperti obligasi tengah naiknya yield . selain dari sisi suku bunga masih banyak factor yang dapat mempengaruhi keputusan orang dalam berinvestasi. Seperti factor likuiditas dan kemungkinan lain yang akan terjadi di masa mendatang.
Apabila investasi ditujukan untuk jangka waktu panjang lebih baik melakukan investasi pada obligasi. Karena jatuh tempo obligasi relatif lebih lama, umumnya jangka waktu jatuh tempo obligasi adalah 5 tahun. Untuk investasi jangka pendek lebih disarankan memilih investasi pada saham, karena saham termasuk aset yang liquid.