Permintaan Turun, Industri Ini Alami Kontraksi Sepanjang Februari 2023
Kontraksi industri disebabkan oleh adanya penurunan permintaan dari konsumen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat, sejumlah subsektor industri mengalami kontraksi selama bulan Februari 2023. Kontraksi industri disebabkan oleh adanya penurunan permintaan dari konsumen.
Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Ari, menuturkan, industri pertama yang mengalami kontraksi yakni industri kayu dan furnitur.
“Sebagian besar adalah produk ekspor dengan didominasi negara tujuan Amerika dan Eropa yang pertumbuhan ekonominya sedang melambat. Berkaitan dengan hal itu, importir masih bersikap wait and see,” kata Febri dalam keterangan resminya, Rabu (1/3/2023).
Hal ini sesuai dengan analisis Indeks Kepercayaan Industri (IKI), yang menunjukkan 78 persen perusahaan menyatakan pesanan barunya menurun karena faktor pesanan luar negeri dan 37 persen karena pesanan domestik.
Selain itu, faktor kesulitan bahan baku, khususnya kayu besar dan rotan yang semakin berkurang dan langka juga menjadi kendala pengembangan subsektor industri ini.
“Kami mendorong diversifikasi negara tujuan ekspor furnitur, di antaranya ke India, Timur Tengah, China, serta ASEAN. Dengan peralihan tujuan ekspor, Pemerintah juga mendorong pasar dalam negeri dengan memaksimalkan penggunaan produk dalam negeri, baik untuk perkantoran maupun sekolah,” kata Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika dalam kesempatan yang sama.
Di sektor lain, Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika, Yan Sibarang menjelaskan kontraksi terjadi pada subsektor jasa Reparasi dan Pemasangan Mesin dan Peralatan terkait erat dengan belum banyaknya pesanan yang terjadi di awal tahun pada subsektor permesinan.
Selanjutnya, industri tekstil, pakaian jadi dan alas kaki turut mengalami kontraksi akibat kondisi stagnasi ekonomi dan inflasi di negara mitra utama ekspor. Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki, Adie Rochmanto Pandiangan menjelaskan pihaknya berupaya melakukan perluasan pasar luar negeri, dengan percepatan pelaksanaan perjanjian IEU-CEPA.
Selain itu, dilakukan koordinasi lebih lanjut dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait masalah impor ilegal dan peningkatan pengawasan barang impor sampai ke pelabuhan terkecil.
Pihaknya juga melakukan penyusunan lartas untuk produk TPT, serta mengusulkan penambahan pasal kewajiban pelaku usaha mencantumkan nomor registrasi barang K3L dan NPB atau SNI pada tampilan perdagangan elektroniknya untuk produk TPT dan Alas Kaki yang dikenakan kewajiban Peraturan Menteri Perdagangan 26/2021.
“Kemenperin juga berupaya melaksanakan kembali Program Restrukturisasi mesin/peralatan tahun 2023, dan pemberian intensif bahan baku industri TPT," kata Adie.
Terkait dengan subsektor pengolahan lainnya yang juga mengalami kontraksi, Direktur Industri Aneka dan Industri Kecil dan Menengah Kimia, Sandang, dan Kerajinan, Ni Nyoman Ambareny, menyampaikan, Kemenperin mengupayakan kerjasama pasar ekspor dengan ITPC untuk perluasan pasar ke China, India, ASEAN, serta melakukan promosi baik di dalam negeri dan luar negeri.
Menurutnya, industri pengolahan lainnya menghasilkan produk hilir, seperti industri perhiasan, alat musik, mainan, serta rambut dan bulu mata palsu, yang tergantung pada daya beli masyarakat.
Oleh karena itu, upaya yang dilakukan Kemenperin adalah dengan mendukung pameran untuk menstimulasi pembelian. Sedangkan untuk industri perhiasan, kondisi saat ini terjadi penurunan daya beli akibat kenaikan harga emas. “Untuk industri yang mengalami serangan impor yang besar seperti industri mainan, Kemenperin berupaya dengan menggalakkan SNI wajib,” jelas Ambar.