Ketua Komisi II DPR: Penundaan Pemilu Harusnya di MK, Bukan di Pengadilan

Ketua Komisi II DPR sebut penundaan pemilu merupakan kewenangan MK bukan pengadilan.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung sebut penundaan pemilu merupakan kewenangan MK bukan di pengadilan.
Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang memerintahkan KPU RI menunda pelaksanaan Pemilu 2024 dengan memenangkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) melampaui kewenangannya.

Baca Juga


"Ya, begini pertama, saya cukup menyayangkan keputusan PN itu. Pertama bahwa putusan itu melampaui kewenangannya," kata Doli kepada wartawan ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (2/3/2023).

Hal tersebut, kata dia, karena persoalan terkait pelaksanaan ataupun penundaan pemilu merupakan ranah kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Kalau pun kita mau menunda pemilu, ya atau yang dipersoalkan itu undang-undangnya. Nah, kalau mau mempersoalkan undang-undang itu ranahnya MK, bukan ranah PN," ujarnya.

Menurut dia, secara konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah mengatur pemilu dilakukan lima tahun sekali.

"Partai Prima mengajukan gugatan terhadap keputusan KPU. Kenapa keputusan KPU yang digugat? Putusan akhirnya tiba-tiba penundaan pemilu yang mau membatalkan undang-undang. Nah, itu yang saya sebut bahwa dia mengambil keputusan melampaui kewenangannya," tutur dia.

Untuk itu, dia mengatakan bahwa putusan yang dikeluarkan PN Jakarta Pusat tersebut menjadi tidak mengikat. "Itu tidak mengikat, jadi menurut saya pemilu jalan terus karena ranahnya berbeda," ucapnya.

Sebab, lanjut dia, selama Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang menjadi payung hukum dari pelaksanaan pemilu belum berubah maka tahapan yang telah dimulai tetap berjalan sebagaimana mestinya.

"Sekarang kita semua sedang melakukan persiapan untuk itu. Tahapan sudah jalan ya, kan? Semua elemen dalam pemilu sudah bekerja, jadi jalan saja," kata dia.

Doli mengatakan Komisi II DPR berencana akan memanggil KPU RI yang akan melakukan banding atas putusan PN Jakarta Pusat yang memerintahkan penundaan pemilu tersebut.

"Kami akan panggil KPU karena mereka mau banding, cuma bandingnya harus tepat. Nanti, makanya kami akan memanggil KPU sebagai penyelenggara pemilu untuk memastikan persiapan jalan terus," katanya.

Dia membuka kemungkinan Komisi II DPR RI akan memanggil KPU RI sebelum memasuki masa persidangan baru mengingat DPR RI saat ini tengah masa reses hingga 13 Maret 2023.

"Ya, bila perlu, kalau sepakat pimpinan komisi sama Kapoksi (Kepala Kelompok Fraksi) oke, sebelum masa sidang kita rapat dahulu," kata Doli.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.

"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," ucap Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Oyong, dikutip dari Putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, diakses dari Jakarta, Kamis.

Adapun anggota KPU RI Idham Holik menyatakan dengan tegas akan mengajukan banding atas putusan PN Jakarta Pusat yang memenangkan gugatan perdata Partai Prima tersebut.

"KPU RI akan banding atas putusan PN tersebut. KPU RI tegas menolak putusan PN tersebut dan ajukan banding," kata Idham kepada wartawan ketika dihubungi.

Menurut dia, sebagaimana yang termaktub dalam UU Pemilu hanya terdapat dua istilah, yakni pemilu lanjutan dan pemilu susulan.

"Definisi pemilu lanjutan dan susulan itu ada di Pasal 431 sampai dengan Pasal 433 (UU Pemilu)," jelasnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler