Cegah Gejolak Inflasi, Gubernur BI Minta Jangan Ada Masalah Beras Menghilang
Pemerintah menargetkan laju inflasi secara umum tahun ini sebesar 3,6 persen.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo berharap upaya pengendalian inflasi dengan menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan dilakukan optimal bersama seluruh pemangku kepentingan. Ia pun mengharapkan agar persoalan seperti kelangkaan bahan pangan pokok tidak terulang terlebih menjelang bulan Ramadhan.
Dalam sambutannya pada Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan 2023, Ahad (5/3/2023) Perry menyingung persoalan komoditas beras yang beberapa waktu terakhir seolah menghilang dari pasar. Kemudian diikuti dengan kelangkaan minyak goreng yang berdampak pada kenaikan harga kedua bahan pokok itu.
"Kemarin saja, beras naik di mana-mana. Padahal berasnya ya, ada. Berasnya ada kok tiba-tiba bisa menghilang, lalu minyak goreng. Itu beberapa yang harus kita kendalikan, sebentar lagi kita memasuki bulan Ramadhan dan Idul Fitri," kata Perry seperti dikutip melalui kanal Youtube Bank Indonesia.
Pemerintah menargetkan laju inflasi secara umum tahun ini sebesar 3,6 persen. Namun, Perry mengatakan, hingga paruh pertama 2023 kemungkinan angka inflasi masih akan tetap di atas lima persen. Penurunan inflasi hingga di bawah empat persen diproyeksi akan dicapai pada paruh kedua tahun ini.
Perry menegaskan, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo, langkah penurunan laju inflasi ditempuh melalui penurunan inflasi pangan dengan menjaga ketersediaan pasokan dan harga yang stabil hingga ke tangan konsumen.
Mengutip data BPS, angka inflasi tahunan hingga Februari 2023 sebesar 5,47 persen year on year (yoy) atau naik dari bulan sebelumnya yang mencapai 5,28 persen yoy. Inflasi makanan, minuman, dan tembakau sebesar 7,23 persen dengan andil 1,87 persen atau menjadi yang terbesar dari 11 kelompok penyumbang inflasi.
Selain soal pangan, Perry melanjutkan, inflasi dari harga-harga yang diatur pemerintah juga perlu mendapat perhatian. Salah satunya tarif angkutan udara yang cukup tinggi. Terlebih, aktivitas destinasi pariwisata mulai kembali normal yang secara langsung menarik minat wisatawan untuk berwisata.
"Tiket angkutan udara mahal-mahal. Mahal banget. Itu adalah masalah yang harus dihadapi, tentu saja kita harus hadapi bersama," ujar dia.