Mengulas Tentang Eufemisme Sebagai Bahasa Politik
Mengulas Tentang Eufemisme Sebagai Bahasa Politik
Secara etimologi kata eufemisme berasal dari kata Yunani Euphemizein yaitu kata eu yang berarti bagus dan phemeoo yang berarti bicara. Dengan kata lain bahwa eufisme berarti berbicara dengan menggunakan ungkapan-ungkapan yang baik dan halus yang dapat memberikan kesan yang baik pula. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) edisi 3 (2001) bahwa eufisme merupakan ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap dapat merugikan atau tidak menyenangkan.
Berbicara mengenai eufisme tentu tidak terlepas dari konteks bahasa yang digunakan oleh manusia sebagai alat berkomunikasi dan berinteraksi satu sama lain. Awalnya, gaya bahasa eufemisme ini hanya digunakan pada tataran adat budaya dan istiadat dalam kehidupan masyarakat yang sangat menjunjung tinggi penggunaan bahasa yang komunikatif. Pada kenyatannya, lambat laun telah terjadi distorsi sosial akibat perkembangan bahasa yang begitu signifikan dan cenderung kebablasan membuat pesan yang ada dalam suatu proses komunikasi menjadi kabur dan rancu. Hal seperti ini sangat tampak dalam tataran elite politik.
Bagi para elite politik bahasa bukan hanya semata-mata digunakan sebagai alat komunikasi, tetapi bahasa juga dapat digunakan dalam proses sosial politik yang dapat membentuk tema-tema wacana tertentu yang bertujuan untuk menutupi suatu realita, mengkritisi lawan politik atau bahkan untuk melanggengkan kekuasan (Evert Vedung : 1982: 131).
Akhir-akhir ini, fenomena eufemisme sudah menjadi konsumsi dan komoditas para elite politik yang sudah melembaga di setiap instansi elite politik untuk menutupi suatu fakta dan menjaga image yang baik di mata masyarakat. Akhirnya, telah terjadi dikotomi kekuasaan serta tarik menarik kepentingan antara elit politik dengan mayarakat luas yang berbenturan dengan kepentingan golongan tertentu.
Eufemisme Dalam Bahasa Politik
Eufemisme merupakan bahasa politik kalangan birokrat dan elite politik. Para ahli bahasa memandang gejala ini dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Eufemisme dalam tataran politik ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Bicara mengenai eufemisme selalu terkait dengan kehidupan eliet politik elite politik yang memang kerap bersinggungan dengan kehidupan masyarakat luas. Hakikatnya, politik merupakan suatu media untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dengan mengedepankan aspek-aspek kekeluargaan, kemashalatan dan toleransi akan tetapi kecendrungan yang terjadi saat ini adalah politik kerap dicampuradukkan dengan kepentingan golongan tertentu sehingga yang terjadi adalah politik hanya sebagai kendaraan untuk mencapai tujuan semata.
Hubungan politik pada masa orde baru dengan kehidupan politik pada zaman reformasi saat ini sudah sangat jauh berbeda dimana pada zaman orde baru sejak awal berdirinya telah berusaha secara sistematis untuk melakukan kontrol dan manipulasi atas bahasa politik yang digunakan (Latif 1996:43).
Hubungan antara bahasa dan kehidupan politik dalam suatu negara penting sekali. Politik bertalian dengan masalah pengaturan masyarakat secara berkekuasaan dan untuk ini diperlukan pengorganisasian rakyat banyak. Berdasarkan keterangan diatas, ranah politik sangat erat kaitannya dengan penggunaan bahasa verbal ataupun bahasa non-verbal untuk mensugesti dan mengubah pola pikir masyarakat akan sesuatu. Begitupun, Kecendrungan yang terjadi saat ini adalah eufemisme sudah menjadi komoditas politik bagi para elite politik sebagai media untuk , memanipulasi suatu kenyataan atau bermaksud menyindir elite politik tertentu.
kebiasaan para elite politik serta kalangan birokrat dalam tataran kehidupan politik. Peranan eufemisme dalam kehidupan elit politik serta para birokrat sangat mempengaruhi kondisi suatu masyarakat. Banyaknya penggunaan bahasa eufemisme di dalam masyarakat akan mengaburkan realita sosial yang terjadi serta menyulitkan masyarakat untuk menyerap arus informasi yang bereda.
Maka dari itu bahasa politik sungguh menjadi hal yang berbeda dengan bahasa-bahasa lain. Bahasa politik sering kali bias dan tidak lugas. Karena itu, kerap muncul anekdot bahwa politik membuat sesuatu yang mudah terjadi rumit. Nah, eufemisme salah satu penyumbang bahasa politik yang menjadi rumit, bias dan tida lugas itu.