Kopi Wine tidak Bisa Disertifikasi Halal karena Namanya
Kopi wine sebetulnya tidak mengandung alkohol.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wine adalah minuman beralkohol yang terbuat dari fermentasi buah anggur. Sedangkan kopi adalah bahan baku minuman yang berasal dari biji-bijian. Lantas, apakah kopi wine halal?
Dalam syariat Islam, wine termasuk minuman yang haram dikonsumsi dan dapat memabukkan. Jika tidak dicampur dengan bahan lain yang haram, kopi tentu saja halal dikonsumsi.
Travel blogger Mustika Treisna Yuliandri mengulas kopi wine dalam ottencoffee.co.id dan menyebut ini bukanlah sesuatu yang baru. Kopi wine merupakan kopi yang proses penanganannya menghasilkan cita rasa unik menyerupai aroma wine.
"Wine coffee juga bisa disebut dengan coffee fermented atau kopi yang mengalami proses fermentasi sebelum menjadi biji kopi," ujarnya dalam ulasannya tersebut.
Menurut Triesna, kopi yang baik untuk diproses menjadi kopi wine adalah kopi yang ditanam di atas ketinggian 1.500 meter di atas permukaan laut (mdpl). Semakin tinggi kopi ditanam, maka akan semakin banyak getahnya.
Adapun biji kopinya bisa menggunakan jenis apa saja. Proses fermentasi dilakukan terhadap kopi yang sudah matang dan berwarna merah. Biji kopi yang belum dikupas akan disimpan di tempat khusus.
Fermentasi dan penjemuran dilakukan berulang-ulang sampai kopi terlihat kering dan matang. Proses ini memakan waktu 30 hingga 60 hari, ditandai dengan kopi menebarkan aroma seperti alkohol atau wine. Kopi ini tidak mengandung alkohol seperti minuman wine.
"Saya pernah mencoba kopi wine dari Takengon (Aceh). Menurut saya rasanya cukup unik. Segar, asam, dan berbeda saja sensasinya," kata dia.
Pada dasarnya, kopi termasuk dalam daftar produk tidak kritis. Begitu pun dengan proses fermentasi yang dilakukan terhadap kopi tidak untuk menghasilkan kadar alkohol yang memabukkan, melainkan untuk menghasilkan cita rasa khas tersendiri saat kopi diseduh.
Namun, yang membuat kopi wine tidak dapat disertifikasi halal adalah penamaan kopinya. Halal Partnership & Audit Services Director of LPPOM MUI, Dr Ir Muslich, menyebutkan bahwa keputusan sertifikasi halal ada di Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (KF MUI).
Dalam hal ini, Komisi Fatwa MUI memiliki kriteria sertifikasi halal. Di antara kriteria tersebut ada kriteria produk, dan di antara kriteria produk ada kriteria tentang nama produk.
"Meskipun bahannya semua halal, tapi ketika menggunakan nama-nama tertentu, sebagai bagian dari nama produk, itu tidak memenuhi kriteria, maka produk tersebut tidak bisa disertifikasi," papar Muslich, dikutip dari laman Halal MUI.
Adapun nama produk yang tidak dapat disertifikasi halal, yakni meliputi nama produk yang mengandung nama minuman keras. Di kelompok ini antara lain wine non-alkohol, sampanye, rootbeer, es krim rasa rhum raisin, dan bir nol persen alkohol.
Tentunya, kebijakan tersebut dilakukan sebagai upaya pencegahan dan edukasi agar masyarakat tidak dalam kondisi tasyabuh alias mengonsumsi produk pangan yang menyerupai dengan yang haram.